REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia telah dirumuskan oleh para pemimpin bangsa kita sejak sebelum negara ini merdeka untuk menjadi alat pengikat dari berbagai suku, agama, ras dan golongan yang ada Indonesia dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Karena jika tidak ada pengikat dari sekian banyak suku yang ada di Indonesia, tentunya bangsa ini tidak akan bisa bersatu.
“Harus diingat bahwa semua suku bangsa ini dulu sebenanrya adalah negara. Dimana dia mendirikan Negara, ada berapa banyak kerajaan di Indonesia. Paling tidak ada 30-an kerajaan yang dianggap besar, bahkan dihitung yang kecil-kecil bisa sampai 500-an. Itulah yang menjadi Indonesia. Kalau tidak ada pengikatnya ya bisa bubar. Tapi karena ada pengikat yang namanya Pancasila ya kita sampai sekarang Alhamdulillah tetap bisa bersatu. Posisi pentingnya Pancasila ya disitu,” ujar Sejarawan Indonesia, Anhar Gonggong, Rabu (28/3).
Menurutnya, Indonesia ini adalah negeri yang berpenduduk majemuk dengan sekian banyak etnik. Ada 15 etnik yang penduduknya lebih dari 1 juta orang seperti Jawa dan Sunda. Namun ada juga etnik kelompok kecil seperti salah satu suku di Papua yang berjumlah hanya sekitar 100-an keluarga. Meski secara geografis Indonesia terdiri dari pulau-pulau, namun sejatinya bangsa ini dipersatukan oleh laut dan sungai.
“Harus dipahami bahwa laut dan sungai itu bukan pemisah. Tapi dia justru alat pemersatu. Orang tidak mungkin ke pulau yang lain kalau tidak lewat laut atau lewat sungai dan sebagainya. Keadaan kita yang hiterogen, majemuk, dan pluralistik ini tidak mungkin kita itu bersatu dalam satu negara kalau tidak ada alat untuk mengikat,” ujar pria yang juga pengajar di Lemhanas RI ini.
Karena kalau ini tidak diikat dalam satu kesatuan menurutnya, tidak mungkin kita semua masyarakat Indonesia ini bisa menjadi satu dan bersatu. Namun harus diingat bahwa orang bisa satu tapi belum tentu bersatu Kita bisa menjadi bangsa Indonesia tapi belum tentu bersatu. Dirinya menontohkan, Korea, satu Bangsa dua negara. Demikian pula dengan China, yang mungkin bisa bisa dikatakan ada Republik Rakyat Tiongkok yang besar penduduknya, tapi ada Taiwan, lalu ada Singapura yang juga mayoritas Cina.
“Jadi ada Satu Bangsa tapi belum tentu bisa bersatu, bahkan bisa berkelahi. Arab ngaku Satu Bangsa Arab, tapi negaranya ada berapa? Oleh karena itu apa alat yang bisa mengikat ini yang satu supaya bersatu, yakni Pancasila,” ujarnya.
Mantan Direktur Sejarah dan Nilai Tradisional di Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI ini mengatakan, dalam sejarah Indonesia, tidak mungkin bangsa ini merdeka kalau tidak ada kerja sama antara kekuatan nasionalis dan kekuatan agama. “Dan Pancasila sendiri adalah hasil rumusan bersama dari dua kekuatan itu. Jadi kalau ada orang Islam yang mengatakan Pancasila bukan milik dia, maka dia nggak ngerti perjalanannya. Nah ini yang harus dipahami orang,” ujarnya menjelaskan.