REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi II DPR Mardani Ali Sera tidak sejalan dengan usulan sejumlah pihak merevisi Undang-Undang Pilkada berkaitan pergantian terhadap calon kepala daerah yang berstatus tersangka. Sebab, revisi UU Pilkada dinilai sebagai jalan yang tepat untuk mengatur norma pergantian, setelah penerbitan Perppu ditolak pemerintah.
"Kami PKS tidak sejalan dengan usulan revisi tersebut," kata Mardani melalui pesan singkatnya, Jumat (30/3).
Begitu juga, ia tidak sependapat dengan usulan merevisi Peraturan KPU (PKPU) terkait aturan tersebut. Sebab sudah jelas dalam UU Pilkada mengatur bahwa definisi berhalangan tetap yakni meninggal atau sakit keras.
"Jadi, ide merevisi PKPU juga tertolak," ujar Mardani.
Menurutnya, pemberantasan korupsi harus jalan terus dan tidak boleh terpengaruh dengan proses politik. Karenanya, saat ini masyarakat lah penentu dari keputusan apakah memilih calon kepala daerah yang tidak memiliki indikasi kasus apapun atau justru tetap memilih calon yang sudah berstatus tersangka.
"Sekarang biarkan masyarakat memilih yang ada saja," ungkap Ketua DPP PKS tersebut.
Sebelumnya, ada usulan agar Pemerintah menerbitkan Perppu untuk mengatur pergantian kepada calon kepala daerah yang tersangka. Namun Mendagri menegaskan Pemerintah tidak akan menerbitkan Perppu untuk Pilkada.
Menurut Tjahjo, pengguguran tersangka dari daftar calon kepala daerah cukup diatur dalam peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU). Sementara Ketua KPU Arief Budiman menegaskan, KPU tidak dapat mengganti calon kepala daerah yang diduga terlibat kasus korupsi.
Alasannya, UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah tidak mengatur mekanisme penggantian tersebut. Sehingga saat ini sejumlah pihak berharap norma hanya bisa diubah jika DPR merevisi UU tersebut.