Jumat 30 Mar 2018 18:53 WIB

Yusril Ihza Mahendra: Tak Mungkin Pisahkan Islam dan Politik

Memisahkan Islam dengan politik sama dengan memisahkan gula dengan manisnya

Yusrol Ihza Mahendra berpidato di depan peserta Konggres Umat Islam (KUI) Sumatra Utara, (Jumat 30/3).
Foto: Sabar Sitanggang
Yusrol Ihza Mahendra berpidato di depan peserta Konggres Umat Islam (KUI) Sumatra Utara, (Jumat 30/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pakar hukum tata negara dan Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) mengatakan Konggres Umat Islam Sumatra Utara (KUI Sumut) harus menyikapi situasi terkini umat Islam. Dan sari pati pemikiran dari KUI sangat ditunggu karena pasti punya dasar acuan sejarah dan konstitusi yang kuat.

”Kongres ini sangat penting bagi umat dalam menyikapi situasi kekinian dan dirumuskan kembali sebagai sikap positifnya,” kata Yusril Ihza Mahendra, seperti dikutip fungsionaris DPP PBB, Sabar Sitanggang, dalam acara KUI Sumut di lapangan Asrama Haji Pangkalan Mashur, Medan, (Jumat 30/3).

Lebih lanjut,  Yusril menegaskan di dalam sejarah eksistensinya dua kelompok sudah ada sejak berdirinya negara Indonesia.  Eksistensi itu adalah adanya kelompok Islam dan sekuler.

“Maka, untuk itu perlu adanya sebuah kompromi.  Kompromi itu pun sudah ada dan pernah terjadi di dalam sejarah bangsa. Ini dikenal sebagai Piagam Jakarta,” tegas Yusril.

photo
Suasana Konggres Umat Islam Sumatra Utara di Medan (30/3).

Menurut Yusril bentuk kompromi yang juga tak kalah penting adalah aturan dalam pembahasan konstitusi di UUD 1945 pada saat sidang BPUPKI. Aturan itu adalah: presiden adalah orang Indonesia asli dan beragama Islam. 

“Dalam perkembangannya,  frasa Islam justru hilang.  Akibatnya pun tidak ada jaminan secara politik bagi umat Islam. Bahkan dalam perkembangan selanjutnya, kata-kata 'asli' pun dihilangkan!,’’ ujar Yusril menandaskan.

Ketika menjelaskan tentang hubungan ‘Islam dan Negara’,  khusisnya soal politik. Yusril lebih lanjut mengutip ucapan Zainal Abidin Ahmad, yang mengatakan bahwa memisahkan Islam dengan politik sama dengan m'emisahkan gula dengan manisnya.  ‘’Jadi itu tak mungkin! tak mungkin memisahkan Islam dengan politik.”

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَاِذْ قَالَ اِبْرٰهٖمُ رَبِّ اَرِنِيْ كَيْفَ تُحْيِ الْمَوْتٰىۗ قَالَ اَوَلَمْ تُؤْمِنْ ۗقَالَ بَلٰى وَلٰكِنْ لِّيَطْمَىِٕنَّ قَلْبِيْ ۗقَالَ فَخُذْ اَرْبَعَةً مِّنَ الطَّيْرِفَصُرْهُنَّ اِلَيْكَ ثُمَّ اجْعَلْ عَلٰى كُلِّ جَبَلٍ مِّنْهُنَّ جُزْءًا ثُمَّ ادْعُهُنَّ يَأْتِيْنَكَ سَعْيًا ۗوَاعْلَمْ اَنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌحَكِيْمٌ ࣖ
Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata, “Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati.” Allah berfirman, “Belum percayakah engkau?” Dia (Ibrahim) menjawab, “Aku percaya, tetapi agar hatiku tenang (mantap).” Dia (Allah) berfirman, “Kalau begitu ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah olehmu kemudian letakkan di atas masing-masing bukit satu bagian, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera.” Ketahuilah bahwa Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.

(QS. Al-Baqarah ayat 260)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement