REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan adanya pasangan calon (paslon) tunggal dalam pelaksanaan pilkada membuat masyarakat pesimistis menggunakan hak pilihnya. Hingga saat ini, ada 15 daerah penyelenggara Pilkada 2018 yang hanya memiliki satu paslon kepala daerah.
"Banyak sekali pemilih pesimistis dengan calon tunggal. Bahkan sejak awal meraka merasa enggan untuk datang ke tempat pemungutan suara (TPS)," ujar Titi kepada wartawan usai mengisi diskusi di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (31/3).
Hal ini, lanjut dia, disebabkan adanya anggapan dari pemilih bahwa mereka akan sia-sia menggunakan hak pilihnya. Sebab, jika hanya ada satu paslon kepala daerah, para pemilih seolah tidak memiliki pilihan lain atau alternatif pilihan yang berbeda.
"Anggapannya, buat apa datang ke TPS, toh calon tunggal pasti menang," ungkap Titi.
Padahal, dia menuturkan, para pemilih masih punya pilihan berbeda jika tidak setuju dengan si calon tunggal tersebut. Pilihan yang dimaksud adalah mencoblos kolom kosong pada surat suara.
"Pesimisme dan skeptisisme inilah yang harus diantisipasi dengan sosialisasi masif soal mekanisme pilkada bercalon tunggal. Bahwa calon tunggal bukan satu-satunya pilihan yang juga akan otomatis menang," kata Titi.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencatat ada 15 daerah pelaksana Pilkada 2018 yang masih memiliki satu pasangan calon (paslon) kepala daerah. Jumlah daerah dengan paslon kepala daerah tunggal ini diketahui semakin bertambah jika dibandingkan dengan data terakhir yang dicatat oleh KPU pada 20 Februari lalu. Bulan lalu, paslon tunggal tercatat ada di 13 daerah penyelenggara Pilkada 2018.
Berdasarkan data yang dihimpun Republika, jumlah paslon tunggal dalam Pilkada 2018 merupakan yang paling banyak selama tiga periode pilkada terakhir. Pada 2017, hanya ada sembilan daerah dengan paslon kepala daerah tunggal. Sebelumnya, yakni pada Pilkada 2015, tercatat hanya ada tiga daerah dengan paslon kepala daerah tunggal.