REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR Fraksi PKS Nasir Djamil menyatakan terpidana kasus penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok wajib dipindahkan dari Rumah Tahanan (Rutan) Mako Brimob Depok ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Ini sekaligus untuk meyakinkan publik bahwa Presiden Joko Widodo konsisten menegakkan hukum.
"Menempatkan Ahok tetap di Rutan Mako Brimob tidak sesuai tujuan pemidanaan. Bukan kita tidak percaya dengan petugas di Rutan Mako Brimob, tapi pemindahan itu dalam rangka meyakinkan publik bahwa Presiden konsisten dengan menghadirkan penegakan hukum yang berintegritas," kata dia kepada Republika.co.id, Ahad (1/4).
Menurut Nasir, publik sangat sulit mempercayai program Nawacita Presiden Jokowi soal penegakan hukum, bila Ahok masih tetap berada di Rutan Mako Brimob. Demi keadilan dan kemanfaatan hukum, tegasnya, Ahok wajib dipindahkan ke Lapas.
Sementara itu, Pakar Hukum Universitas Katolik Parahyangan Bandung, Asep Warlan Yusuf menuturkan, Pemerintah melanggar Undang-undang 12/1995 tentang Pemasyarakatan karena tidak menjebloskan Ahok ke Lapas.
"Sesungguhnya kalau sudah inkrah, dan PK (Peninjauan Kembali) ditolak, artinya tidak ada lagi alasan untuk tidak menempatkan di Lapas. Ini pelanggaran betul terhadap UU Pemasyarakatan," kata dia.
Menurut Asep, DPR perlu mengingatkan Pemerintah soal penahanan terpidana kasus penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. "Hemat saya, seharusnya DPR RI mengingatkan Presiden untuk tidak melanggar Undang-undang tentang Pemasyarakatan, bahwa seorang narapidana itu harus berada di Lapas, bukan tempat lain," katanya.
Menurut Asep, penempatan Ahok di Lapas kini menjadi urusan Pemerintah karena perkara di peradilan sudah selesai, terutama setelah Peninjauan Kembali (PK) Ahok ditolak Mahkamah Agung. Kejaksaan bertanggungjawab mengeksekusi putusan pengadilan dengan menempatkan terpidana di Lapas. Sedangkan Kementerian Hukum dan HAM bertanggungjawab menentukan Lapas mana yang akan menampung terpidana itu.