Senin 02 Apr 2018 15:47 WIB

Dua Perawat RS Medika Permata Hijau Terisak di Sidang Setnov

Perawat sempat khawatir saat diperintahkan menjaga Setnov

Dokter Rumah Sakit Medika Permata Hijau Bimanesh Sutarjo
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Dokter Rumah Sakit Medika Permata Hijau Bimanesh Sutarjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perawat RS Medika Permata Hijau Indri Astuti mengaku sempat khawatir saat diperintahkan untuk menjaga pasien bernama Setya Novanto yang datang ke rumah sakit itu pada 16 November 2017. Indri bersaksi untuk dokter RS Medika Permata Hijau dokter Bimanesh Sutarjo yang didakwa bekerja sama dengan advokat Fredrich Yunadi untuk menghindarkan ketua DPR Setya Novanto diperiksa dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi KTP elektronik.

"Saya diberitahu dokter Alia, 'Mbak Indri, mau ada pasien, nih. Katanya pejabat dan butuh empat perawat senior.' Saat itu disebut namanya Setya Novanto diagnosanya vertigo. Kemudian, saya tanya, 'Dok aman, tidak?' Menurut dokter Alia aman karena direktur sudah tahu, karena yang saya tahu bapak itu koruptor," kata perawat Indri Astuti dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Senin (2/4).

Dokter Alia yang dimaksud adalah Plt Manajer Pelayanan Medik RS Medika Permata Hijau yang sejak peristiwa itu terjadi mengundurkan diri dari RS. "Kata dokter Alia, akan dibayar berapa pun. Di sana ada Nurul, lalu ada juga orangnya tinggi besar, terus saya ke lantai 5 dan ngobrol dengan Nurul," ujarnya.

"Sekitar pukul 19.00 WIB, Bimanesh datang ke lantai 3, bertanya, 'Pasien saya sudah datang belum?' saya jawab belum," ungkap Indri.

Bimanesh juga sempat bertanya kepada Nurul mengenai keadaannya. "Dokter Bima tanya, 'kamu takut ya?' Mungkin karena melihat ekspresi saya agak cemas, 'Iya dok', lalu dia katakan, 'kamu tenang saja, kalau ada apa-apa kamu miss call saya,' dan tidak lama datang pasien didorong," kata Indri menambahkan.

Indri mengaku terkejut dengan kedatangan Setnov yang didorong di atas brankar (tempat tidur dorong rumah sakit) tanpa ada perawat yang mengantar. Hanya diantarkan satpam serta sopir.

"Saya pikir ini pasiennya kamar 323, jadi saya katakan langsung ke kamar 323," ungkap Indri.

Indri mengaku yakin menyuruh pasien ke lantai tiga, meski belum melihat wajah pasien yang memang ditutupi selimut itu. "Mukanya saya belum lihat, pasiennya juga diem saja," kata Indri.

Sedangkan, rekan Indri, yaitu Nurul, juga sempat membicarakan calon pasien yang dititipkan oleh dokter Alia itu. "Kan di konter perawat ada komputer. Di situ ada berita-berita, saya katakan ke Kak Indri, 'Jangan-jangan bapak ini, nih', tapi kak Indri bilang, 'Sssst, sudah tenang saja.' Tapi tetep saja takut ya karena kan korupsi," ungkap Nurul sambil terisak.

Tangisan Nurul itu juga memicu Indri ikut menangis. Meski demikian, Indri mengakui bahwa ia dibayar tunai karena merawat Setnov pada saat jam lemburnya. "Setelah saya selesai shift keesokan harinya, saya berpikir, 'kerja kok seperti begini?' Saya langsung kirim Whatsapp ke dokter Alia, 'Dok kalau seperti ini saya mau dibayar cash.' Tapi karena dia belum sampai, saya dapat uang dari Merry Pakpahan," kata Indri menjelaskan.

Indri mendapat Rp 800 ribu dari Merry. "Lembur saya memang bukan dari rumah sakit, seharusnya dari pasien. Karena saya ditawarkan dokter Alia, saya minta ke dokter Alia," ungkap Indri.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement