REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Unta merupakan hewan yang hidup di padang pasir. Hewan ini banyak ditemukan di wilayah kering dan gurun di Asia dan Afrika. Susu unta disebut mempunyai nilai nutrisi lebih tinggi daripada susu sapi.
Lalu, bagaimana dengan hukum meminum air kencing unta. Ini menjadi pertanyaan beberapa masyarakat tentang apakah diperbolehkan secara syariat meminumnya atau tidak.
Bahtsul Masail PBNU menjelaskan, air kencing unta merupakan kategori benda yang diperdebatkan oleh para ulama mengenai status najisnya. Ia sama seperti anjing, kulit bangkai, air kencing anak kecil yang belum makan apa pun selain ASI dan cairan pada nanah.
Syekh Wahbah az-Zuhayli memerinci tentang status najis benda yang diperde- batkan oleh para ulama. Jenis kedua adalah najis yang masih menjadi perdebatan pendapat di kalangan ulama. Ahli fikih berbeda pendapat perihal status najis sejumlah benda ini... Salah satunya adalah air kencing, kotoran, dan zat sisa tubuh hewan yang boleh dimakan. Di sini pan- dangan ulama fikih terbelah menjadi dua. Satu pandangan menyatakan suci. Semen tara pandangan lainnya menyatakan najis. Pandangan pertama dianut oleh mazhab Maliki dan Hambali. Se dangkan pandangan kedua diwakili oleh Madzhab Hanafi dan madzhab Syafi'i. (Syekh Wahbah az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatul, Beirut, Darul Fikr,cetakan kedua, 1985 M/1405, juz I, halaman 160).
Bagi Mazhab Maliki dan Hambali, sta tus air kencing dan kotoran hewan yang ha lal dimakan, yaitu unta, sapi, kam bing, ayam, burung dara, dan aneka unggas tidak najis. Namun, bagi mazhab Maliki, air kencing hewan yang memakan atau me minum benda najis juga bersta- tus najis, se hingga air kencing dan kotorannya pun najis.
Hal tersebut juga berlaku untuk hewan yang makruh dikonsumsi, air kencing dan kotorannya juga makruh. Oleh karena itu, status air kencing hewan mengikuti status kenajisan daging hewan itu sendiri. Sehingga, hewan yang dag- ingnya haram dikonsumsi maka air kencingnya najis. Begitu juga yang halal dikonsumsi maka air kencingnya halal.
Pendapat Mazhab Maliki dan Hambali tersebut mengambil dasar dari izin Nabi Muhammad yang mengizinkan masyarakat Uraiyin meminum air kencing dan susu unta. Sedangkan mazhab Hanafi dan Syafi'i berbeda dengan dua mazhab sebelumnya.
Menurut Hanafi dan Syafi'i kotoran dan air kencing unta najis, sehingga masuk kategori benda yang haram dikonsumsi. Pendapat keduanya berpegang kepada hadis Rasulullah yang menyatakan bahwa kotoran hewan ada lah najis. Sedangkan Hanafi dan Syafi'i memahami hadis tentang masyarakat Uraiyin sebagai izin darurat Rasulullah untuk kepentingan pengobatan.