REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Komite III DPD RI Fahira Idris menganggap adanya baris-baris kalimat puisi ‘Ibu Indonesia’ karya Sukmawati Soekarno Putri di Indonesia Fashion Week 2018 adalah sebagai ujian bagi nasionalisme rakyat Indonesia. Ia meminta masyarakat, terlebih umat Islam untuk tetap tenang dan tak terprovokasi.
“Anggap saja ini ujian bagi keindonesiaan kita. Semoga ke depan, tidak ada lagi pandangan yang menilai keindonesiaan perempuan dari busana yang dikenakannya,” kata Fahira, dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Selasa (3/4).
Fahira menyebut alasan yang membuat bangsa Indonesia yang sangat besar dan bersifat majemuk ini bisa berdiri sampai saat ini adalah adanya rasa saling menghormati kepada sesama masyarakat Indonesia yang berbeda agama dan juga budaya.
“Serta tidak menafikan satu sama lain karena perbedaan tersebut,” kata Fahira.
Menurutnya, dia mempersilakan siapa saja yang menganggap kebaya dan konde merupakan bagian dari identitas busana perempuan atau ibu-ibu Indonesia. Namun, ia menegaskan siapa pun tak perlu memberikan stigma perempuan yang mengenakan hijab dan cadar adalah bukan bagian dari Indonesia.
“Namun, jangan pernah menstigma perempuan-perempuan yang mengenakan hijab dan cadar sebagai ekspresi keyakinannya beragama, bukan bagian dari Indonesia, karena ini sama saja tidak paham Pancasila dan konstitusi yang menjamin semua perbedaan itu,” ungkapnya.
Ia juga mengatakan, perempuan Indonesia baik yang dalam keseharian memakai kebaya dan berkonde maupun yang berhijab, merupakan bagian dari negara Indonesia.
“Ibu-ibu, baik yang kesehariannya pakai kebaya dan berkonde atau mereka mengenakan hijab dan cadar sama-sama cinta Indonesia. Ibu-ibu yang suka mendengar kidung dan mereka yang bergegas beribadah saat mendengar azan sama-sama berbudi. Ini realita, makanya seringlah turun ke masyarakat, baru beropini,” ujar Fahira.
Ia berpendapat, dalam bermasyarakat seharusnya dapat mempersatukan perbedaan yang ada di Indonesia. Bukan malah memberikan opini bahwa yang lain bukan Indonesia.
“Opini yang membanding-bandingkan seperti ini, sama sekali tidak ada maknanya bagi penguat keindonesiaan kita,” ujarnya.