REPUBLIKA.CO.ID, SUKABUMI -- Jumlah lahan kritis atau terbuka di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) masih cukup banyak. Berdasarkan data Balai TNGHS, menyebutkan lahan kritis mencapai sebanyak 2.000 hektare. "Lahan kritis cukup lumayan, lebih dari 2.000 hektare," terang Kepala Balai TNGHS Awen Supranata kepada wartawan, Selasa (3/4).
Hal ini disampaikan setelah acara program adopsi pohon yang digelar PT Amerta Indah Otsuka di Desa Kutajaya, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Total luasan areal TNGHS mencapai 87 ribu hektare. Awen menerangkan, dari luasan tersebut yang benar-benar kritis mencapai 2.000 hektare.
Ribuan hektare lahan kritis ini lanjut Awen sebagian merupakan perluasan dari TNGHS yang awalnya Perhutani. Sementara sebagian lainnya akibat dari perambahan hutan.
Oleh karena itu ungkap Awen, permasalahan lahan kritis ini harus mendapatkan perhatian dan bantuan elemen masyarakat. Harapannya lahan kritis ini bisa dihijaukan kembali. Upaya ini contohnya telah dilakukan PT Amerta Indah Otsuka yang menanam pohon sebanyak 3.000 pohon. "Perusahaan ini menanam di lahan kritis karena kalau tidak dihijaukan areal mudah longsor," ujar Awen.
Bila tidak dihijaukan maka dikhawatirkan ketika terjadi hujan besar maka bisa menyebabkan longsor. Corporate Affairs Director PT Amerta Indah Otsuka, Pratiwi Juniarsih mengatakan, program adopsi pohon dilakukan untuk menjaga pohon yang dapat tumbuh dengan baik. "Ini merupakan komitmen perusahaan untuk selalu menjaga kelestarian lingkungan," imbuh dia.
Menurut Pratiwi, pada April 2018 ini jumlah pohon yang ditanam mencapai sebanyak 3.000 pohon. Jenis pohon yang ditanam adalah tanaman hutan seperti Rasamala dan Puspa.