Selasa 03 Apr 2018 20:05 WIB

Waspadai Modus Baru Perdagangan Anak ke Luar Negeri

Modus baru perdagangan anak melalui program magang palsu.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Dwi Murdaningsih
 Mahasiswa Indonesia dalam program magang di peternakan. (ilustrasi)
Foto: Northern Territory Cattlemen’s Association
Mahasiswa Indonesia dalam program magang di peternakan. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta, agar semua sekolah menengah kejuruan (SMK) mewaspadai modus baru sindikat perdagangan anak dengan modus Program Magang Palsu Keluar Negeri.Modus baru tersebut, saat ini diduga marak dilakukan di daerah-daerah yang menjadi kantong tenaga kerja migran Indonesia.

Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Lystiarti mengatakan,sindikat perdagangan orangtersebut diduga kuat kerap beroperasi di berbagai sekolah kejuruan di Nusa Tenggara Timur . Sindikat tersebut, jelas dia, merayu para siswa untuk diberangkatkan ke luar negeri secara mudah, tanpa sertifikasi kompetisi alias pelatihan, menggunakan paspor dengan visa kunjungan, serta tanpa kartu tenaga kerja luar negeri.

"NTT adalah provinsi yang paling rawan perdagangan orang. Pada 2017, terdapat 137 kasus dan sebagian adalah siswa sekolah menengah kejuruan. Dalam sejumlah kasus, justru guru sekolah bersangkutan memberi restu siswanya untuk ikut program magang palsu ini. Meski hal ini terjadi akibat ketidaktahuan para guru," jelas Retno di Jakarta, Selasa (3/4).

Selain itu, modus serupa juga dilakukan kelompok mafia perdagangan orang di Kendal, Jawa Tengah. Menurut Retno, sekitar 152 siswa kejuruan menjadi korban perdagangan orang setelah diberangkatkan magang ke Malaysia pada 2016 oleh PT Sofia Sukses Sejati.

Modus perusahaan terungkap dalam surat dakwaan Direktur Utama PT Sofia Sukses, Windi Hiqma Ardani, yang diperoleh Tempo. Windi didakwa di Pengadilan Negeri Semarang dalam kasus perdagangan orang pada awal Februari.

Perusahaan yang berbasis di Semarang itu mendatangi sekolah-sekolah untuk mempresentasikan kesempatan magang di luar negeri bagi siswa tingkat akhir. Bahkan, mereka membuat perjanjian kerja sama program magang dengan sekolah. Sejak berdiri pada 2009, perusahaan ini telah memberangkatkan setidaknya 600 siswa dari berbagai SMK di Jawa Tengah untuk dikirim ke Malaysia.

"Para siswa yang awalnya dijanjikan magang di perusahaan elektronik itu lantas dipekerjakan di kilang walet Maxim Birdnest milik Albert Tei di Selangor, Malaysia. Mereka bekerja lebih dari 18 jam sehari dengan gaji minim dan potong gaji bila mereka sakit," ungkap Retno.

Karena itu, KPAI mendorong Kementerian Pendidikan dan Kebudayaa (Kemendikbud) untukbersinergi dengan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) untuk mengawasi ketat program magang di luar negeri bagi siswa SMK, misalnya hanya dapat dilakukan bila ada rekomendasi dari KBRI di negara tujuan. Selama proses magang,KBRI negara tujuan juga wajib memantau perusahaan tempat pelaksanaan program magang tersebut.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement