Selasa 03 Apr 2018 21:14 WIB

Hutan Puncak Diprediksi Habis 2027

Enam hektare lahan telah digunakan sebagai lokasi tempat tinggal atau vila.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Ani Nursalikah
Jalur Puncak Pass Cianjur, Kecamatan Cipanas mengalami longsor, Rabu (28/4). Polisi kini melakukan penutupan jalan.
Foto: Humas Polres Bogor
Jalur Puncak Pass Cianjur, Kecamatan Cipanas mengalami longsor, Rabu (28/4). Polisi kini melakukan penutupan jalan.

REPUBLIKA.CO.ID, CISARUA -- Alih fungsi lahan puncak merupakan perdebatan dan masalah sejak lama. Sejak dulu keberadaan bangunan di Puncak, Jawa Barat menjadi perdebatan dan polemik tersendiri.

Anggi Putra Prayoga selaku peneliti Forest Watch Indonesia (FWI) menyatakan dari penelitian yang dilakukan pada 2000 hingga 2016, rata-rata setiap tahunnya Puncak kehilangan 350 hektare lahan. Hal ini terjadi terus-menerus dan lahan berubah menjadi tempat tinggal atau lokasi wisata.

"Itu diprediksi kalau tidak ada intervensi dan upaya perbaikan, kira-kira akan hilang hutan itu di 2027," ujar Anggi kepada Republika.co.id, Selasa (3/4).

Lahan yang hilang ini berubah fungsi menjadi berbagai hal, diantaranya tahap awal menjadi semak belukar, pertanian, hingga paling tinggi berubah menjadi hunian. Hunian disini bisa berupa rumah warga atau pembangunan vila-vila megah di atas kawasan konservasi.

KLHK: Penyebab Longsor di Puncak ada Sejak Zaman Deandels

Perubahan fungsi lahan ini disebut paling tinggi terjadi di dua wilayah, Desa Tugu Utara dan Tugu Selatan. Dua desa ini dipilih karena merupakan titik nol (0) dari sungai Ciliwung atau bagian hulu.

Sekitar enam hektare atau 6.000 meter persegi lahan telah digunakan sebagai lokasi tempat tinggal atau vila. Total vila yang ada diperkirakan 200 vila.

"Yang berubah fungsinya menjadi kawasan tinggal ada di dua desa dengan luas sekitar enam hektare," ujar Anggi.

Dampak secara nyata dari kondisi ini adalah hilangnya tutupan hutan. Penyimpanan air di dalam tanah karena langsung dibuang ke sungai pun membuat resapan tanah atau air tanah menjadi berkurang.

Efek kepada masyarakat, yaitu air yang digunakan menjadi semakin berkurang. Selain itu, ada juga dampak sedimentasi dan erosi bertambah dari hulu menuju hilir.

Menanggapi hal ini, Anggi menyebut beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah bertambahnya peralihan fungsi lahan ini. Pertama, harus ada upaya pengembalian fungsi hutan di kawasan puncak.

Pemerintah dapat membuat kebijakan yang sama antartingkat kepentingan. Tidak bisa hanya satu atau berbeda. Harus disiapkan satu landasan hukum yang menjadi acuan utama.

"Kedua perlu membangun partisipasi masyarakat untuk kembali menghidupkan budaya menanam. Penanaman sekarang menjadi proyek pemerintah, jadi keterlibatan masyarakat juga diperlukan dalam rencana aksi," ujarnya

Rehabilitasi hutan penting memang penting untuk dilakukan. Namun menurut Anggi, program yang ingin dibuat juga perlu dikerjakan dan dipikirkan bersama masyarakat.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement