REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pendahuluan untuk dua perkara uji UU MD3 yang diajukan oleh Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) dan 23 orang warga Indonesia. PMKRI teregistrasi sebagai pemohon perkara nomor 26, sementara 23 warga negara Indonesia sebagai pemohon perkara nomor 28.
"Agenda sidangnya adalah pemeriksaan pendahuluan uji UU MD3 untuk perkara nomor 26 dan 28," ujar juru bicara MK Fajar Laksono di Gedung MK Jakarta, Rabu (4/4).
Para Pemohon mengajukan uji Pasal 73 ayat (3) dan ayat (4) huruf a dan c, Pasal 73 ayat (5) Pasal 122 huruf l dan k, dan Pasal 245 ayat (1) UU MD3 Para pemohon dari dua perkara tersebut sama-sama merasa dirugikan pemenuhan hak konstitusionalnya untuk bebas berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat, sebagaimana dijamin dalam UUD 1945, akibat dari berlakunya pasal-pasal yang diujikan tersebut.
Kerugian itu dinilai pemohon bersifat fatal dan potensial, sehingga bila MK mengabulkan permohonan pemohon maka kerugian hak konstitusional pemohon tidak akan terjadi lagi. Pemohon menilai pasal-pasal a quo dapat dijadikan sebagai alat untuk merampas kebebasan berpikir dan berpendapat, serta membungkam mulut rakyat yang kritis.
Pemohon juga berpendapat bahwa pasal-pasal yang diujikan bertentangan atau tidak sejalan dengan tujuan pembentukan lembaga MD3. Pasal-pasal a quo juga dinilai sebagai bentuk kriminalisasi terhadap demokrasi.
Oleh sebab itu para pemohon meminta Mahkamah untuk menyatakan pasal-pasal a quo dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan bertentangan dengan UUD 1945. Sebelumnya terdapat empat perkara pengujian UU MD3 yang sidangnya sudah memasuki pokok perkara di MK.
Empat perkara tersebut diajukan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK), dan dua perkara lainnya diajukan oleh perserorangan warga negara Indonesia.