REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan mengatakan usulan larangan calon anggota legislatif dari mantan narapidana korupsi bersifat penambahan ketentuan dalam peraturan KPU (PKPU). Namun, penambahan ketentuan tersebut bukan untuk menabrak undang-undang.
Menurutnya, penambahan ketentuan ini justru mengantisipasi anggapan bahwa rancangan PKPU bertabrakan dengan undang-undang. "Jadi kami menambahkan satu ketentuan," kata dia ketika dijumpai wartawan di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (4/4).
Sebelumnya, dia mengatakan, aturan PKPU hanya menyebutkan mantan narapidana bandar narkotika dan mantan narapidana kejahatan terhadap anak. "Kemudian kami tambahkan mantan narapidana korupsi dalam persyaratan calon anggota legislatif," ujar Wahyu.
Usulan ini, lanjut dia, tercantum pada pasal 8 huruf J rancangan PKPU pencalonan anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/kota. Aturan itu berbunyi 'Bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, kabupaten dan kota adalah warga negara Indonesia yang harus memenuhi syarat, antara lain bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual dan korupsi'.
"Penambahan satu ketentuan itu bertujuan mengantisipasi anggapan (bahwa usulan dalam rancangan PKPU) bertabrakan dengan undang-undang," tegas Wahyu.
Dia menjelaskan, rancangan PKPU tersebut telah disampaikan kepada DPR pada Selasa (3/4). KPU akan melakukan uji publik terhadap rancangan PKPU pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota pada Kamis (5/4). Sementara itu, rapat dengar pendapat terhadap rancangan itu dijadwalkan digelar pada Senin (9/4).
Aturan ini terkait dengan Pasal 240 ayat (1) poin (g) UU nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal itu menyatakan bakal calon anggota DPR RI, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota adalah warga negara Indonesia yang harus memenuhi persyaratan tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam pidana penjara lima tahun atau lebih kecuali secara terbuka dan jujur mengumumkan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.
Berdasarkan aturan tersebut, KPU membuat aturan turunan. KPU memperluas tafsir aturan tersebut dengan menerapkan larangan untuk mantan narapidana untuk kejahatan luar biasa seperti pedofilia dan narkoba.
KPU juga memasukkan aturan terkait mantan narapidana korupsi. Ini kemudian memicu perdebatan karena sebagian pihak menganggap korupsi bukan lagi kejahatan luar biasa.
Sebelumnya, Wahyu mengatakan KPU menyadari, mantan koruptor tidak termasuk dalam mantan narapidana yang melakukan kejahatan luar biasa. Namun, dia mengatakan, KPU ingin mewujudkan pemerintahan yang bersih dan baik secara jangka panjang.
Wahyu mengatakan KPU berpendapat koruptor sudah melakukan kejahatan luar biasa yang juga harus mendapatkan perlakuan khusus. “Meski kami menghormati aturan bahwa yang berhak mencabut hak politik itu adalah pengadilan, tetapi kami mendorong agar pemerintahan ini jadi pemerintahan bersih," kata dia, Selasa (3/4).
Karena itu, Wahyu mengatakan, KPU akan memperjuangkan aturan yang melarang para mantan narapidana korupsi untuk mendaftar sebagai bakal caleg. Dia melanjutkan, dalam memperjuangkan aturan tersebut, KPU tetap mendasarkan keinginan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan baik secara jangka panjang.