REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa dirinya sedang menyelidiki adanya kerugian yang diakibatkan PT Freeport. Dari angka yang disebut mencapai Rp 185 triliun, Luhut menyebut bahwa kerugian tersebut memang berada di kisaran angka Rp 100 triliun ke atas. "Ya kita lagi teliti mengenai angkanya 100 sekian triliun," ujar Luhut, Rabu (4/4).
Untuk sanksi yang akan diberikan jika temuan ini benar terjadi, Luhut belum bisa mengambil langkah tegas. Namun, dia menilai bahwa persoalan yang dialami perusahaan tambang emas itu juga bisa menjadi bumerang bagi pemerintah karena pemerintah juga berusaha mengakuisisi saham mencapai 51 persen.
"Sebenarnya masalahnya itu ada dua, kalau kita sudah 51 persen kan jadi tanggungan kita juga, ini pikiran saya yah," ujarnya.
Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan bahwa PT Freeport Indonesia (PTFI) telah menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 185 triliun akibat pembuangan limbah. Anggota IV BPK RI Rizal Djalil mengatakan, potensi kerugian negara Rp 185 triliun dari kerusakan yang terjadi karena pembuangan limbah.
Total kerugian tersebut terbagi dalam tiga wilayah terdampak, yaitu "Modified Ajkwa Deposition Area" (ModADA) dengan nilai ekosistem yang dikorbankan mencapai Rp 10,7 triliun, estuari (Rp 8,2 triliun), dan laut (Rp 166 triliun). Hasil audit BPK menyebutkan bahwa PTFI telah menimbulkan perubahan ekosistem akibat pembuangan limbah operasional penambangan di sungai, hutan, estuari, dan bahkan telah mencapai kawasan laut.