REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Melalui Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2017, Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) menyatakan impor pangan bermasalah. Pasalnya, sistem pengendalian intern Kementerian Perdagangan (Kemendag) belum efektif untuk memenuhi kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.
Simpulan tersebut didasarkan atas kelemahan yang terjadi dalam pengelolaan tata niaga impor pangan. Baik pada aspek pengendalian intern maupun ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. BPK merekomendasikan kepada Kemendag agar mematuhi ketentuan terkait dengan penerbitan persetujuan impor.
Di antaranya melakukan Portal Inatrade yang bisa terhubung secara otomatis dengan portal milik instansi lain yang menyediakan data dokumen hasil koordinasi serta data rekomendasi. Selain itu, Menteri Perdagangan diminta agar memberikan sanksi ke berbagai pihak yang bertanggungjawab atas permasalahan itu.
Kepala Biro Humas dan Kerja sama Internasional BPK, Yudi Ramdan Budiman menyatakan, rekomendasi tersebut penting untuk tetap mendorong pemerintah supaya lebih baik terutama dalan impor pangan. "Jadi tugas pemerintah yaitu menata kembali seperti apa yang direkomendasikan BPK," ujarnya saat ditemui di Jakarta, Rabu, (4/4).
Ia menjelaskan, pemeriksaan BPK selalu melihat apa yang terjadi di masyarakat khususnya menyangkut hajat hidup orang banyak. "Kita juga melihat prioritas terhadap pelayanan publik," kata Yudi.
Tugas BPK, kata dia, memang memotret apa yang ada lalu membandingkan dengan aturan kemudian memberikan rekomendasi. "Rekomendasi itu bagaimana memperbaiki kinerja pelayanan," ujarnya.
Yudi juga menegaskan, apa pun di dalam IHPS merupakan poin penting yang diseminasikan ke parlemen. Lalu diinformasikan ke pemerintah untuk ditindaklanjuti.