Rabu 04 Apr 2018 20:36 WIB

Rusia Tuntut Inggris Minta Maaf

Diplomat Rusia diusir dari sejumlah negara Eropa.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Lokasi penyerangan terhadap Sergei Skripal.
Foto: Jonathan Brady/PA via AP
Lokasi penyerangan terhadap Sergei Skripal.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Pemerintah Rusia mendesak Inggris meminta maaf karena telah menudingnya mendalangi aksi penyerangan Sergei Skripal di Salisbury awal Maret lalu. Menurut Moskow, lelucon tentang aksi penyerangan Skripal telah berkembang sangat jauh.

"Teori mereka (Inggris) tidak akan dikonfirmasi dalam kasus apa pun karena tidak mungkin untuk menegaskannya," ujar juru bicara Presiden Rusia Vladimir Putin,Dmitry Peskov, ketika mengunjungi Turki pada Selasa (3/4), dikutip laman The Times of Israel.

Peskov secara khusus menuntut permintaan maaf dari Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson dan Perdana Menteri Inggris Theresa May. Sebab keduanya dinilai bertanggung jawab atas tuduhan yang dilayangkan kepada Putin perihal keterlibatannya dalam aksi penyerangan Skripal.

"Entah bagaimana mereka harus meminta maaf sebelum pihak Rusia. Ini pasti akan menjadi cerita panjang, kebodohan sudah terlalu jauh," kata Peskov menegaskan.

Kasus penyerangan Sergei Skripal (66 tahun) dan putrinya Yulia (33 tahun) telah memicu krisis diplomatik Inggris dengan Rusia. Skripal merupakan warga Inggris yang pernah menjadi agen intelijen militer Rusia. Ia dan putrinya diserang menggunakan agen saraf kelas militer bernama Novichok pada 4 Maret lalu. Hingga saat ini belum diketahui perihal kondisi kesehatan Skripal dan putrinya. Keduanya sempat dilaporkan kritis setelah aksi penyerangan terjadi.

Inggris menuding Rusia menjadi dalang aksi penyerangan Skripal. Tuduhan itu didasarkan pada fakta bahwa agen saraf novichok pernah dikembangkan pada era Uni Soviet pada tahun 1970-an. Rusia membantah tegas tudingan tersebut.

Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan negaranya tidak lagi memiliki senjata kimia. Semua senjata kimia milik Rusia, kata Putin, telah dihancurkan di bawah pengawasan organisasi internasional.

Ketika aksi saling tuding masih berlangsung, Perdana Menteri Inggris Theresa May, pada 15 Maret lalu,memutuskan mengusir 23 diplomat Rusia dari negaranya. May mengklaim 23 diplomat yang diusirnya merupakan agen mata-mata Rusia yang menyamar.

Rusia membalas hal tersebut dengan melakukan hal serupa. Kremlin mengusir 23 diplomat Inggris dan menghentikanseluruh kegiatan British Council di Rusia.

Kemudian pada Senin (26/3), Amerika Serikat (AS) memutuskan mengusir 60 diplomat Rusia dari negaranya dan memerintahkan penutupan konsulat Rusia di Seattle. Pengusiran tersebut dilakukan masih berkaitan dengan dugaan keterlibatan Rusia dalam aksi penyerangan Skripal.

Setidaknya 20 negara anggota Uni Eropa juga telah mendukung Inggris. Dukungan diberikan dengan cara mengusir diplomat-diplomat Rusia yang diyakini sebagai agen mata-mata. Sekitar 45 diplomat Rusia telah terusir dari beberapa negara Eropa hingga saat ini.

Baca juga: Rusia: Kasus Racun Syaraf Hasil Provokasi Inggris dan AS

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement