REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wacana pembentukan Panitia Khusus (Pansus) First Travel dan biro perjalanan umrah bermasalah mendapat penolakan dari anggota Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia (DPR) RI, Rieke Diah Pitaloka. Dia menilai instrumen pembentukan pansus terlalu politis. Apalagi kerja pansus akan memakan waktu lama.
Sementara, kata Pitaloka, jamaah korban First Travel memerlukan jalan keluar atas permasalahan yang dihadapi. Oleh karena itu Pitaloka kurang setuju dengan adanya usulan pembentukan Pansus oleh Komisi III DPR RI. "Kalau kami kurang setuju (Pansus). Ini kan respons pengawasan tinggal di kejaksaan dan kepolisian," tegas politikus PDI Perjuangan itu, dalam pesan singkatnya, Rabu (4/4).
Kemudian, Pitaloka menyarankan, agar lebih baik melaksanakan rapat gabungan daripada membuat Pansus First Travel dan biro perjalanan umrah bermasalah. Apalagi saat ini yang perlu dicarikan solusi adalah menelusuri aliran uang First Travel. Jika aliran dana itu diketahui, maka uang bisa digunakan untuk memberangkatkan jamaah pergi umrah.
"Kalau Pansus nanti instrumennya terlalu politis dan mengikat. Ini kan tinggal pengawasan uang saja. Kalau bisa sama Komisi XI juga. Biar efektif. Pansus kan secara normatif diparipurnakan dahulu. Jadi panjang," ujar Pitaloka.
Sebelumnya Pitaloka juga mengatakan, ada berbagai usulan untuk menangani travel bodong, beredar di DPR RI. Setidaknya ada tiga usulan, yaitu membentuk Pansus bergulir di Komisi III DPR RI dari berbagai fraksi. Membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF), serta ada usulan agar cukup dengan Panitia Kerja (Panja) di Komisi VIII DPR RI.
"Memang saat ini Komisi VIII DPR RI sedang konsen di Panja. Tapi, ada usulan agar dibentuk Pansus, dan juga Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF)," tutur Pitaloka.