REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Perdana Menteri Sri Lanka Ranil Wickremesinghe pada Rabu (4/4) selamat dari mosi tidak percaya di parlemen. Setelah mayoritas legislator memilih untuk mendukung pemerintahan koalisi. Akan tetapi ketidakstabilan yang ditimbulkan dapat merusak agenda reformasinya.
Mengamati adanya keretakan dalamaliansi yang berkuasa, pihak oposisi mensponsori pemungutan suara kepercayaan terhadap Wickremesinghe. Mereka menyalahkannya karena gagal mencegah dugaan penipuan dipasar obligasi. Selain itu juga karena gagal menghentikan kerusuhan anti-Muslimyang terjadi bulan lalu.
Baca juga, Polisi dan Politisi Sri Lanka Terlibat Kerusuhan Antimuslim
Wickremesinghe, yang memimpin United National Party (UNP) itu memenangkan dukungan dari 122 anggota parlemen yang beranggotakan 225. Sementara 76 suara menentangnya.
Sementara itu, Partai Presiden Maithripala Sirisena, Sri Lanka Freedom Party (SLFP) terpecah dalam pemungutan suara tersebut. Hanya 16 dari 42 anggota parlemen yang mendukung pemungutan suara pemerintah untuk perdana menteri. Sedangkan 26 legislator lainnya tirak hadir.
"Kita dapat memulai yang baru mulai besok," kata Harin Fernando, seorang menteri dari UNP, kepada parlemen selama perdebatan.
Setelah itubanyak anggota parlemen UNP yang mendesak Wickremesinghe untuk memecat menteri-menteri dari SLFP yang tidak menunjukkan rasa percaya diri kepadanya. Yang menunjukkan bahwa persatuan koalisi itu sedang compang-camping.
Namun, memecat para menteri akan merusak stabilitas pemerintah di parlemen. Dan juga mempengaruhi rencana Wickremesinghe untuk meloloskan sebuah undang-undang kunci. Produk hukum itu bertujuan untuk menarik lebih banyak investasi asing.
SLFP dan UNP menyetujui pemerintah koalisi setelah pemilihan parlemen terakhir pada Agustus 2015. Tetapi SLFP yang merupakan sayap kiri-tengah itu telah menentang banyak kebijakan ekonomi liberal yang diusulkan oleh UNP yang merupakan partai sayap kanan-tengah.
Wickremesinghe telah menghadapi kritik karena gagal untuk memberikandalam membangun perekonomian. Ekonomi negara itu merosot sampai ke terendah dalam 16 tahun ini. Dengan laju pertumbuhan ekonomi 3,1 persen pada tahun lalu.
Itu adalahlaju pertumbuhan terburuknya sejak resesi pada tahun 2001. Sementara mata uang rupee Sri Lanka berada pada titik terendah.
Pemerintah juga berada di bawah tekanan karena mencoba untuk mengelola dorongan infrastruktur Cina yang meluas di Sri Lanka. Yang terletak di dekat jalur pelayaran utama di Samudera Hindia.
Ketergantungan yang berlebihan pada Cina untuk meminjam, bagaimanapun, telah menimbulkan kekhawatiran. Dikhawatirkan ini dapat mendorong negara kecil itu semakin terjerat utang.
Sementara itu, investasi langsung asing meningkat dua kali lipat menjadi 1,6 miliar dolar AS tahun lalu. Tetapi lebih dari 40 persen hanya berasal dari Cina. Yaitu untuk dua proyek utama yang telah berlangsung selama lebih dari satu tahun tersebut.