Kamis 05 Apr 2018 15:20 WIB

Karut-marut Impor, BPK Beri Rekomendasi ke Jokowi

Presiden sepakat sistem pendataan harus diperbaiki.

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Teguh Firmansyah
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Moermahadi Soerja Djanegara menyampaikan laporan kepada DPR saat rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (3/4).
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Moermahadi Soerja Djanegara menyampaikan laporan kepada DPR saat rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (3/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Moermahadi Soerja Djanegara melaporkan hasil pemeriksaan BPK pada semester II 2017 kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara, Jakarta.

 

BPK menyampaikan hasil pemeriksaan yang signifikan pada pemerintah pusat, yakni pada pengelolaan tata niaga impor pangan yang dilakukan Kementerian Perdagangan (Kemendag). BPK menyimpulkan, sistem pengendalian intern Kemendag belum efektif untuk memenuhi kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan. Karena itu, kepada Presiden, BPK pun merekomendasikan agar dilakukan perbaikan sistem.

"Rekomendasi kita kan diperbaiki sistemnya, bukan masalah kenapa sih, tapi memang sistemnya harus diperbaiki. Kapan harus impor itu, harus sama datanya dengan Kementerian Pertanian dan terkait," kata Moermahadi di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Kamis (5/4).

 

Baca juga, Impor Pangan Bermasalah, BPK Minta Kemendag Patuhi Ketentuan. 

 

Menanggapi laporan BPK, Presiden Jokowi pun sepakat agar sistem pendataan harus diperbaiki. Selain itu, kata Moermahadi, data yang dimiliki antarkementerian juga harus sama. "Tapi kan kita usulnya bahwa surat impor perdagangan keluar kalau data itu kementerian pertanian yang berhubungan dengan itu atau (kementerian) kelautan itu harus masuk dulu, data itu harus sama. Otomatis nanti baru keluar, kalau gak ada data itu masuk, gak ini," katanya.

Selain soal tata niaga impor, BPK juga melakukan pemeriksaan atas pengelolaan keuangan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kepala Sawit (BPDPKS). Hasilnya, ditemukan bahwa pengelolaan pungutan dan penggunaan dana perkebunan BPBPKS dan instansi terkait lainnya pada 2015-2017 belum sepenuhnya didukung dengan sistem pengendalian intern dan belum sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan.

BPK juga melakukan pemeriksaan terhadap upaya penanganan kelebihan kapasitas lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (rutan) negara. Hasilnya menunjukan bahwa upaya Kemenkumham dalam penanganan kelebihan kapasitas di lapas dan rutan belum sepenuhnya efektif, baik dari aspek regulasi, kebijakan dan komitmen, organisasi, dukungan sumber daya manusia, dukungan sarana dan prasarana, maupun kerja sama dengan pihak ketiga.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement