REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII), Mudzakir, mengatakan kelanjutan kasus dugaan penodaan agama yang dilakukan oleh Sukmawati Sukarnoputri lewat puisi berjudul ‘Ibu Indonesia’ tergantung para pelapornya. Sukmawati dilaporkan banyak elemen masyarakat ke polisi lantaran puisinya dianggap menodai Agama Islam.
Mudzakir mengatakan apabila mereka masih merasa keberatan dan ingin tetap menuntut, Sukmawati harus mengikuti proses hukum. Menurut Mudzakir, atas pembacaan puisi tersebut, Sukmawati sudah melanggar hukum dalam konteks penodaan terhadap agama.
Mudzakir menjelaskan puisi ‘Ibu Indonesia’ karya Sukmawati termasuk sebagai perbuatan merendahkan atau menodai ajaran agama. Puisi tersebut memiliki konten yang menyiratkan kesamaan antara perintah Allah SWT dan produk manusia.
Dia menerangkan, dalam Ibu Indonesia, Sukmawati membandingkan penggunaan cadar dengan konde dan azan dengan kidung. Dia menjelaskan konde dan kidung merupakan ekspresi atau bentuk budaya karya manusia, sedangkan azan dan cadar tidak.
“Ini adalah hal berbeda yang tidak patut disamakan," ucap Mudzakir ketika dihubungi Republika, Kamis (5/4).
Meski Sukmawati sudah menjelaskan dirinya tidak mengetahui tentang syariat Islam, ia tetap menyebutkan dan menjelaskan keempat poin tersebut secara gamblang dalam puisinya. Apabila ingin menyamakan, Mudzakir menganjurkan agar Sukmawati membicarakan dua hal yang sama.
Sukmawati membacakan puisi "Ibu Indonesia" dalam acara Indonesia Fashion Week 2018 di Jakarta Convention Center pada pekan lalu. Beberapa pihak merasa keberatan dengan konten puisi yang menuliskan tentang cadar, konde, kidung dan azan.
Pada Rabu (4/4), Sukmawati telah meminta maafkepada publik terkait pembacaan puisi tersebut di depan publik. Ia mengakui, tidak ada keinginan untuk melecehkan umat Islam dalam karya seni yang dibuatnya lebih dari 10 tahun lalu itu.
Baca Juga: Polri Sebut Mulai Selidiki Kasus Puisi Sukmawati