REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Panjaitan mengemukakan presiden yang maju sebagai calon presiden atau capres pejawat wajib cuti kampanye. Namun, dia mengatakan, status cutinya fleksibel karena sewaktu-waktu harus tetap menjalankan tugas kenegaraan jika negara mengalami masalah.
"Pemerintahan tidak boleh ada kekosongan pemimpin, sehingga presiden yang maju sebagai calon presiden meskipun cuti tapi harus siap menjalankan tugasnya jika sewaktu-waktu negara menghadapi masalah," kata Hinca Panjaitan, pada diskusi "Dialektika Demokrasi: Capres Cuti, Fleksibel atau Permanen" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Kamis (5/4).
Menurut Hinca, pada pemilu Presiden 2004 dan 2009, presiden yang maju sebagai capres mengambil cuti selama masa kampanye. Selain itu, selama menjalankan kampanye tidak menggunakan fasilitas negara.
Jika negara kondisinya kondusif dan stabil, kata dia, maka presiden yang maju sebagai capres menjalankan cuti selama kampanye. Hinca menjelaskan, ada tiga kategori cuti yang dijalani presiden sebagai capres.
Pertama, cuti sebagai hak. "Artinya, Presiden yang bekerja menjalankan tugas sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, juga memiliki hak untuk cuti," ujarnya.
Kedua, cuti kewajiban. Menurut dia, presiden yang maju sebagai capres wajib cuti untuk memisahkan tugas-tugas negara serta kampanye yang dilakukannya sebagai peserta pemilu presiden.
Ketiga, cuti yang dilarang, yakni presiden sebagai capres yang sedang cuti harus tetap menjalankan tugas-tugas kenegaraan, jika negara mengalami masalah. "Artinya, meskipun Presiden mengambil cuti, maka dia harus memprioritaskan tugas negara jika sedang menghadapi masalah," katanya.
Hinca menegaskan, sikap Partai Demokrat adalah tegas bahwa calon presiden pejawat harus cuti selama masa kampanye. Namun, capres pejawat bisa tetap menjalankan tugas kenegaraan jika negara menghadapi masalah.