REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi atau Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) menilai setting (pengaturan) privasi relatif tidak berguna saat pengguna masih terhubung dengan layanan pihak ketiga di Facebook.
"Pengguna bisa masuk ke setting dan menghapus semua layanan pihak ketiga tersebut agar lebih aman," kata Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi CISSReC Pratama Persadha, Jumat (6/4) pagi, terkait dengan 1.096.666 data pengguna Facebook di Tanah Air diduga diambil dan diolah oleh Cambridge Analytica.
Padahal, lanjut Pratama, sejak 4 April 2018 Facebook sudah mengeluarkan pernyataan, salah satunya adalah Facebook berjanji bahwa sejak 9 April 2018 di bagian atas news feed atau beranda akan muncul notifikasi aplikasi pihak ketiga apa saja yang dipakai pengguna Facebook.
Baca juga, Rudiantara: Pemerintah tak Ragu Bila Harus Menutup Facebook.
"Nantinya pengguna Facebook bisa melakukan pilihan untuk menghapus pemakaian aplikasi tersebut pada akun masing-masing," kata Pratama yang pernah sebagai Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur Pengamanan Sinyal Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg).
Selain itu, kata Pratama, Facebook juga mulai menghapus dan membatasi application program interface (API) atau antarmuka pemrograman aplikasi yang bisa diakses oleh aplikasi di Facebook.
API pada grup, fan pages, Facebook Messenger, dan Instagram, kata pakar keamanan siber itu, hanya akan bisa diakses oleh aplikasi yang sudah mendapatkan persetujuan Facebook.
"Ini berarti developer lokal yang selama ini mendapatkan keuntungan dengan membangun berbagai tools optimasi Facebook juga harus mendapatkan approval (persetujuan) terlebih dahulu," katanya.
Menurut dia, salah satu yang sangat krusial adalah Facebook menghapus fitur searching yang selama ini bisa menggunakan nomor seluler ataupun surat elektronik (surel)."Hal ini guna mengurangi praktik pengumpulan data oleh aplikasi pihak ketiga," kata pria kelahiran Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah ini