REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan akan meluncurkan penjualan surat berharga negara (SBN) ritel melalui mekanisme daring pada Mei 2018. Hal itu adalah upaya untuk memperluas basis investor SBN domestik dan mempermudah akses masyarakat, terutama generasi muda, untuk berinvestasi.
"Kami menerima banyak masukan. Namanya mau investasi dibuat mudah dong. Nah, itu yang coba kita lakukan," ujar DJPPR Kemenkeu Luky Alfirman dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (6/4).
Luky mengatakan, lewat mekanisme daring, pemerintah berharap bisa menarik minat kelompok generasi milenial. Menurut Luky, para milenial memiliki beberapa karakteristik seperti tidak suka proses berbelit dan akrab dengan gawai serta internet.
Nantinya, SBN ritel yang dijual secara daring berseri SBR003. Masyarakat bisa membelinya dengan jumlah minimal pembelian sebesar Rp 1 juta dari sebelumnya minimal Rp 5 juta dan jumlah maksimal sebesar Rp 3 miliar dengan tenor dua tahun. Target indikatif sementara dari penjualan SBN ritel daring adalah Rp 1 triliun.
Pemerintah telah menggandeng sembilan mitra distribusi untuk menjual SBN ritel tersebut. Mitra distribusi tersebut terdiri atas enam bank, yakni Bank Mandiri, BNI, BRI, BCA, Bank Permata, dan DBS. Kemudian, Dua perusahaan efek, yakni Trimegah dan Bareksa, serta satu perusahaan teknologi finansial (tekfin), yakni Investree.
Direktur Surat Utang Negara DJPPR Loto Srinaita Ginting menjamin imbal hasil atau yield yang ditawarkan dalam SBN ritel tersebut akan menarik. SBR003 akan menggunakan acuan imbal hasil berdasarkan BI 7 Days Reverse Repo Rate ditambah spread. Loto mengatakan, imbal hasilnya akan lebih tinggi dari rata-rata bunga deposito bank BUMN yang sebesar 5,5 persen. "Kami janji akan lebih besar dari bunga deposito BUMN," ujar Loto.