REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Puisi berjudul 'Ibu Indonesia' yang dibacakan oleh Sukmawati Soekarnoputri di acara Indonesia Fashion Week 2018 di Jakarta pekan lalu telah menimbulkan kontroversi dan kecaman dari sebagian kalangan umat Islam. Hingga Kamis (5/4), Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri telah menerima 14 laporan terhadap kasus putri dari proklamator RI Soekarno tersebut.
Sukmawati sendiri sudah menyampaikan permintaan maafnya kepada umat Islam dalam konferensi pers yang diadakan pada Rabu (4/4). Kemarin Kamis, Sukmawati juga sudah menemui Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Zainut Tauhid, mengatakan, Ketua Umum MUI KH Ma'ruf Amin, memang tidak tidak pernah memerintahkan untuk mencabut pengaduan masyarakat terkait kasus puisi Sukmawati tersebut. Namun, dia mengatakan, Kiai Ma'ruf hanya berharap atau mengimbau jika mungkin tidak perlu melanjutkan proses hukum atas kasus itu. Melainkan, dicarikan solusi yang lebih maslahat, baik itu melalui musyawarah maupun dialog. Hal itu menurutnya, demi menjaga persatuan dan kedamaian, serta agar tidak menimbulkan huru-hara dan konflik.
Zainut mengatakan, Sukmawati sudah memberikan klarifikasi terkait puisi yang dibacakannya. Karena ada beberapa diksi atau pilihan kata yang menimbulkan kontroversi dan multi-interpretasi di masyarakat. Kepada MUI, Sukmawati mengatakan tidak memiliki sedikit pun niat untuk menghina atau menistakan agama Islam.
Zainut mengatakan, Sukmawati menyampaikan sebagai seorang budayawan dan seniman, yang tidak hanya mewakili dirinya, melainkan juga masyarakat non-Muslim dan yang lain yang memang mereka tidak secara utuh memahami syariat Islam. Menurut Zainut, Sukmawati juga mengakui penyesalannya secara lahir batin dan meminta maaf.
"Kiai Ma'ruf sebagai pimpinan agama, sesuai ajaran Islam, jika ada yang meminta maaf harus dima'afkan. Dia sudah ada niat baik, meskipun kita tidak tahu persoalan isi hatinya. Jadi kewajiban kita mema'afkan. Jadi semangatnya ingin menyelesaikan dengan cara musyawarah supaya tidak timbul kegaduhan," kata Zainut, saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (6/4).
Zainut mengatakan, MUI mempersilakan proses hukum jika itu yang dikehendaki oleh pihak pelapor. Namun demikian, MUI mengimbau agar masalah terkait puisi Sukmawati bisa diselesaikan dengan musyawarah.
Dia mengajak masyarakat untuk mengedepankan semangat tabayyun demi menjaga kemaslahatan. Apalagi, negara ini menurutnya akan menghadapi agenda besar di tahun politik, yakni pemilihan umum. Jika kegaduhan terus timbul, ia mengatakan hal itu akan mengganggu agenda nasional.
Zainut menambahkan, bahwa Kiyai Ma'ruf tidak memiliki kepentingan pribadi atas kasus Sukmawati itu. "Semuanya itu dilakukan semata untuk menjaga ketertiban dan mencegah kemungkinan timbulnya kekacauan, konflik, dan mafsadat (kerusakan) yang lain. Dalam kaidah fiqih disebutkan bahwa menolak kerusakan (mafsadat) harus didahulukan daripada mengambil manfa'at (dar'ul mafasid muqaddamun 'ala jalbil mashalih)," ujarnya.