REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi III DPR RI Desmond J Mahesa menegaskan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus menjelaskan mengenai status tersangka pada kasus dugaan korupsi yang tidak menjalani penahanan. Desmon mengkritisi langkah KPK yang belum menahan beberapa tersangka.
"KPK harus memberikan contoh baik," kata Desmond saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat (6/4).
Desmond mengkritisi langkah KPK yang belum menahan beberapa tersangka dugaan kasus tindak pidana korupsi yang telah berjalan cukup lama. Bahkan langkah penyidik KPK yang belum menahan terhadap seorang tersangka yang dituduh terlibat korupsi sebagai tindakan "penyanderaan".
"Apa yang dilakukan KPK menetapkan tersangka tapi didiamkan itu penyanderaan," ujarnya Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) itu.
Desmond mengingatkan penyidik KPK harus mengedepankan kehati-hatian saat menetapkan tersangka kasus korupsi sehingga tidak menimbulkan tuduhan lembaga antirasuah itu "masuk angin" atau tidak beres.
Pengamat hukum Prof Suparji Ahmad menjelaskan persoalan aparat hukum termasuk KPK yang tidak menahan tersangka dugaan korupsi kerap menimbulkan polemik. Suparji menilai penyidik memiliki kewenangan alasan objektif dan subjektif seperti khawatir melarikan diri, menghilangkan barang bukti dan melakukan kembali tindak pidana
Namun ahli hukum Universitas Al Azhar Jakarta itu menuturkan sebaiknya KPK segara memberikan kepastian hukum terhadap perkara yang telah ditetapkan tersangka. "Seharusnya segera ada proses hukum yang pasti jangan sampai berlat-larut," kata Suparji.
Senada Desmond, Suparji menekankan KPK harus mengklarifikasi kepada publik terkait alasan objektif penyidik tidak menahan tersangka yang telah lama ditetapkan. Hal itu, menurut Suparji, agar tidak ada kecurigaan dan spekulasi masyarakat terhadap kinerja KPK dalam menangani perkara korupsi.
Diketahui, penyidik KPK telah menetapkan tersangka terhadap mantan Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino sebagai tersangka dugaan korupsi hampir 2,5 tahun namun belum muncul kemajuan pada penyidikan.
Bahkan penyidik KPK tidak melakukan upaya penahanan terhadap RJ Lino yang diduga terlibat korupsi pengadaan Quay Container Crane (QCC) oleh PT Pelindo II pada 2010. Lino terindikasi menyalahgunakan wewenang dengan menunjuk langsung HDHM dari China dalam pengadaan tiga unit QCC.
Pengadaan QCC tahun 2010 diadakan di Pontianak, Palembang, dan Lampung. Proyek pengadaan QCC itu sekitar Rp100 miliar. Sama halnya, KPK juga belum menahan Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk periode 2005-2014 Emirsyah Satar (ESA) yang telah ditetapkan tersangka sejak Januari 2017.
Emirsyah diduga menerima suap terkait pengadaan mesin Rolls-royce untuk pesawat Airbus milik Garuda Indonesia. Nilai suap itu lebih dari Rp20 miliar dalam bentuk uang dan barang yang tersebar di Singapura dan Indonesia.