REPUBLIKA.CO.ID JAKARTA -- Mabes Polri menegaskan akan menangani secara profesional terkait sejumlah laporan polisi terhadap putri presiden pertama Sukarno, Sukmawati Soekarnoputri. Sebelumnya, Sukmawati dilaporkan setelah membacakan puisi berjudul "Ibu Indonesia" yang memunculkan kontroversi.
"Kita ikuti saja, Polri profesional, mengambil keterangan dan memeriksa beberapa saksi terkait," kata Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Polisi Setyo Wasisto di Jakarta, Jumat (6/4).
Setyo memastikan penyidik kepolisian akan menindaklanjuti laporan masyarakat terhadap Sukmawati. Setyo juga menyebutkan, Sukmawati cukup proaktif karena menyampaikan permohonan maaf dan mengaku khilaf kepada umat Islam melalui media massa.
Pada Jumat (6/4), ribuan massa dari sekelompok umat Islam yang tergabung dalam Persaudaraan Alumni (PA) 212 menggelar aksi di depan Bareskrim Polri, Jumat (6/4). Dalam tuntutannya ketika bertemu perwakilan dari Bareskrim, pimpinan PA 212 meminta kasus penghinaan agama Islam oleh Sukmawati harus tetap dilanjutkan, walaupun dia telah meminta maaf.
"Permintaan maaf tidak boleh jadi penghalang tegaknya hukum di Indonesia. Secara pribadi iya kami memaafkan, tapi ini negara hukum maka Sukmawati harus diproses secara hukum," kata Ketua Persaudaraan Alumni 212 Slamet Maarif.
Slamet menegaskan, buat apa ada polisi kalau semua kejahatan selesai dengan permintaan maaf. Karena itu, ia menegaskan, hukum tetaplah hukum, harus ditegakkan, walaupun pelakunya telah meminta maaf atas kejahatan yang telah ia lakukan.
Kepada Bareskrim, pimpinan PA 212 meminta jangan menegakkan hukum berat sebelah. Ketika kelompok umat Islam yang dituduh menyebarkan hoaks dan ujaran kebencian kepada pemerintah, polisi begitu sigap memeriksa dan menahan. Bahkan dengan berproses sangat cepat.
Namun, kata dia, ketika kelompok yang anti umat Islam menghina agama Islam, polisi terkesan lamban bertindak. Sebagaimana yang terjadi kepada Ustaz Alfian Tanjung dan Jonru.
"Oleh karena itu, kami meminta proses pemeriksaan dan penahanan Sukmawati ini harus cepat seperti memproses aktivis Islam. Kalau aktivis Islam cepat sekali dipanggilnya, sudah dipanggil nggak pulang-pulang lagi," ujarnya.
Karena itu, untuk kasus Sukmawati yang ia anggap telah lengkap unsur pidana penghinaan agama Islam, jangan diperlama. "Segera panggil, proses dan jangan dikasih pulang, segera dipenjarakan," kata dia.
PA 212 mengingatkan kepada polisi, jangan sampai polisi memulai kegaduhan dengan membiarkan kasus Sukmawati ini. Menurut Slamet, kasus Ahok kemarin harus menjadi pelajaran. Ketika aparat dan pemerintah melambankan proses kasus Ahok, sehingga kegaduhan terus berlanjut.
Sementara, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainut Tauhid mengatakan bahwa Ketua Umum MUI KH Ma'ruf Amin memang tidak pernah memerintahkan untuk mencabut pengaduan masyarakat terkait kasus puisi Sukmawati tersebut.
Namun, ia mengatakan, Kiai Ma'ruf hanya berharap atau mengimbau jika mungkin tidak perlu melanjutkan proses hukum atas kasus itu. Melainkan, dicarikan solusi yang lebih maslahat, baik itu melalui musyawarah maupun dialog. Hal itu, menurut dia, demi menjaga persatuan dan kedamaian, serta agar tidak menimbulkan huru-hara dan konflik.
Zainut mengatakan, Sukmawati sudah memberikan klarifikasi terkait puisi yang dibacakannya. Karena ada beberapa diksi atau pilihan kata yang menimbulkan kontroversi dan multiinterpretasi di masyarakat.
Kepada MUI, Sukmawati mengatakan bahwa ia tidak memiliki sedikit pun niat untuk menghina atau menistakan agama Islam. Zainut mengatakan, Sukmawati menyampaikan sebagai seorang budayawan dan seniman, yang tidak hanya mewakili dirinya, melainkan juga masyarakat non-Muslim dan yang lain yang memang mereka tidak secara utuh memahami syariat Islam. Menurut Zainut, Sukmawati juga mengakui penyesalannya secara lahir batin dan meminta maaf.
Ia mengatakan, MUI mempersilakan proses hukum jika itu yang dikehendaki oleh pihak pelapor. Namun, menurut dia, MUI mengimbau agar masalah terkait puisi Sukmawati bisa diselesaikan dengan musyawarah.
Ia mengajak masyarakat untuk mengedepankan semangat tabayun demi menjaga kemaslahatan. Apalagi, kata dia, negara ini akan menghadapi agenda besar di tahun politik, yakni pemilihan umum. Jika kegaduhan terus timbul, ia mengatakan, hal itu akan mengganggu agenda nasional. Zainut menambahkan, Kiai Ma'ruf tidak memiliki kepentingan pribadi atas kasus Sukmawati tersebut.
(antara, Pengolah: muhammad hafil).