Ahad 08 Apr 2018 08:44 WIB

Soal Vonis Jasriadi, Polri: Saracen Tetap Terbukti Bersalah

Jasriadi divonis 10 bulan penjara, namun tak terbukti menyebarkan ujaran kebencian.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Andri Saubani
Terdakwa penyebar ujaran kebencian Jasriadi (Saracen Grup) berdialog dengan penasihat hukum usai mendengarkan pembacaan vonis di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Jumat (6/4).
Foto: Antara/Rony Muharrman
Terdakwa penyebar ujaran kebencian Jasriadi (Saracen Grup) berdialog dengan penasihat hukum usai mendengarkan pembacaan vonis di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Jumat (6/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru, Riau pada Jumat (6/4) lalu menyatakan tersangka utama Saracen, Jasriadi justru tidak terbukti melakukan ujaran kebencian dan isu suku, agama, ras antargolongan (SARA), melainkan dikenai pasal akses ilegal ke Facebook. Terkait hal ini, Polri menyatakan, hal tersebut tidak serta merta menyatakan bahwa Saracen tidak bersalah.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Polisi Mohammad Iqbal menegaskan Saracen secara umum tetap bersalah melanggar hukum sebagai penyebar kebencian berbau SARA. Ia mengakui, Jasriadi divonis hakim dengan pasal akses ilegal. Itupun, kata Iqbal, jaksa penuntut masih mengajukan banding.

"Nah yang lain-lain (tersangka) dalam kelompok Saracen itu, itu terbukti semua," kata Iqbal pada Republika.co.id, Ahad (8/4).

Kasus ini, kata. Iqbal tak bisa dilihat hanya dari Jasriadi seorang. Iqbal pun membeberkan vonis tersangka lain Saracen yang menurutnya terbukti bersalah melakukan ujaran kebencian berbau SARA. Bahwa seluruh tersangka kelompok Saracen, kata Iqbal telah divonis dan dinyatakan bersalah oleh pengadilan setempat sesuai tempat kejadian perkara masing-masing.

Tersangka Rofi Yatsman, ditangkap di Sumatra Barat, pada Februari 2017 dan telah dijatuhi hukuman 15 bulan kurungan dalam kasus SARA. Kemudian, tersangka Faizal Tonong, ditangkap di Jakarta Utara, Juli 2017 dan telah dijatuhi hukuman 18 bulan kurungan dalam kasus SARA.

Selanjutnya, Sri Rahayu, ditangkap di Cianjur, pada 5 Agustus 2017 dan telah dijatuhi hukuman 12 bulan kurungan dalam kasus SARA. Tersangka Harsono Abdullah, ditangkap di Pekanbaru, pada 30 Agustus 2017, telah dijatuhi hukuman kurungan 2,6 tahun dalam kasus SARA.

Iqbal juga menyebutkan tersangka Asma Dewi yang ditangkap di Jakarta Selatan, pada September 2017 telah dijatuhi hukuman enam bulan dalam kasus SARA. Namun, dalam kasus inipun, Asma Dewi divonis bukan lantaran mengujarkan kebecian, seperti dikatakan polisi. Tetapi, lantaran ia dianggap melakukan penghinaan kepada penguasa sebagaimana diatur dalam Pasal 207 KUHP.

"Semua tersangka yang tergabung dalam Saracen terbukti melawan hukum sesuai dengan kontruksi persangkaan pasal masing-masing," kata Iqbal.

Adapun, sangkaan pasal SARA yang dituduhkan polisi pada para tersangka adalah pasal 28 ayat 2 UU ITE, menyebarkan informasi yang menimbulkan rasa kebencian, permusuhan individu atau kelompok masyarakat berdasarkan suku, agama, rasa atau antar golongan. Lalu Pasal 16 UU 40 tahun 2008 tentang Anti Diskriminasi yang Menunjukkan Rasa Benci Berdasarkan Diskriminasi Ras dan Etnis.

Lalu untuk Jasriadi yang ditangkap di Pekanbaru, pada 7 Agustus 2017, Ia telah dijatuhi hukuman 10 bulan kurungan dalam kasus akses ilegal dan pemalsuan identitas. Jasriadi ditangkap dan ditahan dalam perkara akses ilegal sebagaimana di pasal 30 ayat 1 dan 2 dan pasal 32 serta pasal 35 UU No 19 tahun 2016 tentang ITE.

"Terkait dengan vonis rendah tersangka Jasriadi, saat ini kejaksaan (Jaksa Penuntut Umum) telah mengajukan upaya banding," kata Iqbal lagi. Sama halnya dengan JPU, pihak Jasriadi pun mengajukan banding atas vonis 10 bulan yang diterimanya.

Dijelaskan Iqbal, Jasriadi mengambil alih akun Facebook Sri Rahayu Ningsih, lalu mengubah tampilan Facebook Sri. "Jasriadi juga mengunggah, akun Sri sudah disita 'wereng coklat', sebelum melakukan ilegal akses, Jasriadi mengambil alih akun Sri yang mana akun tersebut telah disita oleh penyidik," kata dia menjelaskan.

Jasriadi juga dikenai Pasal 35, melakukan manupulasi penciptaan informasi elekrtonik dengan tujuan dianggap seolah dokumen itu adalah otentik. Jasriadi melakukan pemalsuan SIM dan KTP. "Artinya kita jangan sampai mengedukasi bahwa Saracen itu abal-abal, tidak. Saracen itu terbukti salah," kata Iqbal menutup ucapannya.

Baca: Hakim: Saracen tak Terbukti Sebarkan Ujaran Kebencian

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement