Ahad 08 Apr 2018 09:54 WIB

Petani di Kabupaten Bandung Tetap Minati Tanam Sayuran

Sebagian petani lebih memilih menanam sayuran dibandingkan kopi.

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan/ Red: Andi Nur Aminah
Sejumlah petani menimbang sayuran kol saat panen di ladang pertaniannya, Kampung Pasanggrahan, Desa Ciburial, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, Rabu (3/5).
Foto: Mahmud Muhyidin
Sejumlah petani menimbang sayuran kol saat panen di ladang pertaniannya, Kampung Pasanggrahan, Desa Ciburial, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, Rabu (3/5).

REPUBLIKA.CO.ID, SOREANG -- Geliat bisnis kopi di Kabupaten Bandung, Jawa Barat dan Indonesia semakin hari terus berkembang maju. Terbukti, banyak pelaku usaha, petani dan pegiat kopi yang terlibat dalam bisnis tersebut. Namun, di Kabupaten Bandung sendiri masih ada sebagian petani yang lebih memilih menanam sayuran dibandingkan kopi.

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, Tisna Umaran mengungkapkan masih ada sebagian petani di Kabupaten Bandung yang lebih memilih menanam sayuran dibandingkan menanam kopi. Sebab, keuntungan yang diperoleh petani bisa langsung dirasakan jika menanam sayuran.

"Tantangannya, budaya kita (petani) masih budaya menanam sayuran. Kalau pun menanam kopi langsung di jual dalam bentuk ceri," ujarnya kepada Republika.co.id, Ahad (8/4). Hal itu terjadi disebabkan karena berkaitan dengan kebutuhan hidup petani.

Ia menuturkan, saat ini luas area lahan yang digunakan petani untuk menanam kopi sebanyak 11 ribu hektar di wilayah Perhutani. Kemudian, jumlah petani yang terlibat kurang lebih 500 jiwa. Sebagian petani tersebut masih ada yang tumpang sari, menanam kopi dengan tanaman sayuran lainnya.

Menurutnya, jumlah petani di Kabupaten Bandung masih terbatas. Padahal peluang dan potensi bisnis dari kopi sangat bagus dan memiliki prospek yang cerah. Oleh karena itu, pihaknya mendorong agar petani kecil untuk berkelompok agar lebih mudah memperoleh akses permodalan dan yang lainnya.

Dia menambahkan, pihaknya terus memfasilitasi para pegiat kopi untuk bisa bertemu dengan pelaku bisnis di bidang tersebut. Termasuk menampung keluhan dan kekurangan yang dirasakan oleh para petani. Salah satunya dengan mempertemukan pegiat kopi dengan pelaku bisnis di tingkat internasional melalui asosiasi.

"Persoalan kopi di daerah itu dari mulai bibit, panen hingga pascapanen. Daya dorong harga di level atas bisa melalui barista. Makanya yang jago (barista) diwadahi (dalam kegiatan) supaya bisa mendorong pemasaran kopi para petani," ungkapnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement