Ahad 08 Apr 2018 16:11 WIB

PBB: Myanmar Belum Siap Merepatriasi Pengungsi Rohingya

Pejabat Myanmar diminta serius melaksanakan kesepakatan repatriasi.

Rep: Kamran Dikarma/Puti Almas/ Red: Citra Listya Rini
Seorang wanita pengungsi Rohingya menangis sambil menggendong bayinya.
Foto: Andrew Biraj/Reuters
Seorang wanita pengungsi Rohingya menangis sambil menggendong bayinya.

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON  -- Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) menilai Myanmar belum siap merepatriasi pengungsi Rohingya dari Bangladesh. Begitu pernyataan yang dilontarkan Asisten Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Kemanusiaan Ursula Mueller setelah melakukan kunjungan enam hari ke Myanmar.

"Dari apa yang saya lihat dan dengar dari orang-orang, tidak ada akses ke layanan kesehatan, adanya kekhawatiran tentang (jaminan) perlindungan, berlanjutnya pemindahan. Kondisi tidak kondusif untuk kembali (ke Myanmar)," kata Mueller seperti dikutip Reuters, Ahad (8/4).

Ia mengaku, cukup mengkhawatirkan situasi tersebut bakal menghambat proses repatriasi. Mueller menyaksikan daerah-daerah di mana desa-desa dibakar dan digusur. Namun, ia tidak melihat atau mendengar bahwa ada persiapan bagi orang-orang untuk pergi ke tempat asal mereka.

Oleh sebab itu, Mueller meminta pejabat Myanmar untuk serius melaksanakan kesepakatan repatriasi yang telah tercapai dengan Bangladesh pada November tahun lalu.

"Saya meminta (pejabat Myanmar) untuk segera mengakhiri kekerasan, dan bahwa kembalinya para pengungsi dari (tenda pengungsian) Coxs Bazar, Bangladesh, akan menjadi sukarela, bermartabat, ketika solusi yang tahan lama," ujar Mueller.

Mueller diberikan akses yang cukup langka oleh Myanmar. Selama berada di negara tersebut, ia diizinkan untuk mengunjungi daerah-daerah yang paling terdampak operasi militer Myanmar di negara bagian Rakhine.

Dalam kunjungannya, Mueller juga sempat bertemu menteri pertahanan dan urusan perbatasan yang dikontrol tentara serta pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi.

Myanmar dan Bangladesh telah mencapai kesepakatan repatrasi pengungsi Rohingya pada November 2017. Namun, kesepakatan ini dianggap masih cacat karena belum menyinggung dan menyantumkan perihal jaminan keamanan serta keselamatan bagi pengungsi yang kembali ke desanya di negara bagian Rakhine.

Pada Januari lalu, Menteri Kerja Sama Internasional Myanmar Kyaw Tin mengatakan, negaranya telah siap menerima kembali para pengungsi Rohingya. "Kami sekarang berada di perbatasan siap untuk menerima (pengungsi Rohingya), jika Bangladesh membawa mereka ke pihak kami," kata dia.

Namun, alih-alih menerima, Myanmar justru menekan kondisi psikis para pengungsi yang hendak direpatriasi dengan mengerahkan ratusan tentara bersenjata lengkap dizona perbatasan pada awal Maret lalu. Tindakan Myanmar ini sempat diprotes oleh militer Bangladesh.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement