REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru menyatakan bahwa opini yang telah terbentuk di masyarakat yang menyebut kelompok Saracen sebagai penyebar ujaran kebencian dan isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) tidak terbukti di persidangan. Hal itu disampaikan oleh hakim Riska, satu dari tiga hakim majelis, saat membacakan amar putusan vonis terhadap Jasriadi yang disebut sebagai bos Saracen, di Pekanbaru, Provinsi Riau, Jumat (6/4).
Hakim Riska mengatakan, sejak kasus Saracen bergulir, banyak media menyebut bahwa Saracen merupakan kelompok penyebar kebencian dan SARA. Akibatnya, opini tersebut melekat di masyarakat hingga berakibat pada disintegrasi bangsa. Terdakwa Jasriadi pun divonis bersalah untuk tindakan akses ilegal ke akun Facebook orang lain dengan hukuman 10 bulan penjara.
Baca: Hakim: Saracen tak Terbukti Sebarkan Ujaran Kebencian.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Polisi Mohammad Iqbal mengakui, Jasriadi tidak ditersangkakan dengan pasal ujaran kebencian. "Kami jerat dengan pasal akses ilegal. Dia (Jasriadi) tidak terbukti ujaran kebencian, meskipun ada koneksi di situ," kata Iqbal di Markas Besar Polri, Jakarta, Senin (9/4).
Jaksa Penuntut Umum pun banding karena tidak puas dengan vonis 10 bulan pada Jasriadi. Namun, Iqbal menegaskan, tersangka lainnya terbukti. "Semua divonis di atas 10 bulan. Itu bukti bahwa kelompok Saracen sangat terbukti dengan pasal yang sudah ditersangkakan," ujar Iqbal menegaskan.
Kasus ini, kata Iqbal, tak bisa dilihat hanya dari Jasriadi seorang. Sebelumnya, pada Ahad (8/4), Iqbal membeberkan vonis tersangka lain Saracen yang menurut dia terbukti bersalah melakukan ujaran kebencian berbau SARA. Bahwa seluruh tersangka kelompok Saracen, kata Iqbal, telah divonis dan dinyatakan bersalah oleh pengadilan setempat sesuai tempat kejadian perkara masing-masing.
Tersangka Rofi Yatsman ditangkap di Sumatra Barat pada Februari 2017 dan telah dijatuhi hukuman 15 bulan kurungan dalam kasus SARA. Kemudian, tersangka Faizal Tonong ditangkap di Jakarta Utara pada Juli 2017 dan telah dijatuhi hukuman 18 bulan kurungan dalam kasus SARA.
Selanjutnya, Sri Rahayu ditangkap di Cianjur pada 5 Agustus 2017 dan telah dijatuhi hukuman 12 bulan kurungan dalam kasus SARA. Tersangka Harsono Abdullah ditangkap di Pekanbaru pada 30 Agustus 2017 dan telah dijatuhi hukuman kurungan 2,6 tahun dalam kasus SARA.
Iqbal juga menyebutkan, tersangka Asma Dewi yang ditangkap di Jakarta Selatan pada September 2017 telah dijatuhi hukuman enam bulan dalam kasus SARA. Namun, dalam kasus ini pun, Asma Dewi divonis tidak karena mengujarkan kebecian, seperti dikatakan polisi, tetapi karena ia dianggap melakukan penghinaan kepada penguasa, sebagaimana diatur dalam Pasal 207 KUHP.
"Semua tersangka yang tergabung dalam Saracen terbukti melawan hukum sesuai dengan kontruksi persangkaan pasal masing-masing," kata Iqbal.