REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Musyawarah dan mufakat dinilai sebagai warisan leluhur yang menjadi kelebihan Indonesia dalam menjalankan kehidupan berdemokrasi. Dibandingkan dengan negara-negara lain, Indonesia dengan musyawarah dan mufakat mampu menciptakan kehidupan berdemokrasi yang baik dan indah di tengah keberagaman yang ada. Karena itu, musyawarah mufakat harus terus dijaga dan digalakkan.
“Indonesia memiliki kelebihan dibandingkan negara lain dalam hal berdemokrasi melalui musyawarah dan mufakat. Dengan musyawarah dan mufakat itu, toleransi di Indonesia menjadi kekuatan yang luar biasa. Ini harus dijaga seluruh masyarakat Indonesia, terutama dalam menghadapi tantangan zaman, terutama kemajuan teknologi informasi,” ujar pengamat komunikasi politik dari Universitas Paramadina, Dr Hendri Satrio, Jumat (6/4).
Ia mengakui, mengakui semangat musyawarah mufakat akhir-akhir ini agak menurun. Hal itu terjadi seiring dengan perkembangan jaman yang serba instan dan digital. Akibatnya, media untuk melakukan musyawarah mufakat bergeser. Kalau dulu musyawarah mufakat dilakukan dengan berkumpul dan berdiskusi, sekarang bisa lewat media digital yaitu media sosial (medsos).
Namun, Hendri menegaskan, esensi musyawarah mufakat sudah sangat melekat dengan bangsa Indonesia sehingga apapun bentuknya, meski akhirnya harus voting, musyawarah mufakat itu selalu digunakan di setiap kegiatan.
“Musyawarah mufakat yang merupakan sila keempat dari Pancasila seperti menjadi napas bagi bangsa ini. Artinya musyawarah mufakat itu adalah salah satu kekuatan bangsa Indonesia untuk menjaga NKRI dengan Bhinneka Tunggal Ika-nya,” imbuh pria yang juga pendiri Lembaga Survei Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (Kedai Kopi) ini.
Ia mengakui sejauh ini, iklim demokrasi di Indonesia masih menuju ke arah dewasa. Ia yakin bila demokrasi Indonesia sudah matang dan dewasa, masalah musyawarah mufakat sudah otomatis di masyarakat dan tidak perlu dibicarakan lagi.