REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saat pemerintahan Islam, Turki Usmani, berkembang, seni ini juga mengalami perkembangan yang pesat. Pemerintahan Turki Usmani, memiliki semangat menjalankan Islam yang sangat tinggi. Mereka berupaya untuk menuangkan keindahan ilahiyah ke dalam semua cabang seni.
Mereka juga berupaya mengungkapkan keindahan mistis dalam arsitektur, musik, dan ornamen. Selama masa Pemerintahan Turki Usmani sejak abad ke-14 hingga ke-19, banyak sekolah agama, terutama sekolah-sekolah sufi, mewujud menjadi sebuah bengkel kerja seni.
Banyak karya seni yang mereka lahirkan. Namun, banyak karya itu yang tak dibubuhi tanda tangan para pembuatnya. Turki Usmani juga mengembangkan seni ebru ini. Banyak hasil karya seni ini yang bertebaran saat itu.
Biasanya, hasil seni ebru ini digunakan sebagai hiasan yang membalut sejumlah manuskrip atau tulisan. Biasanya, juga digunakan sebagai latar atau ditempatkan di halaman-halaman kosong bagian kiri pada empat bagian sudut dari sebuah halaman manuskrip.
Dengan demikian, selama masa Turki Usmani, ebru menjadi sebuah kegiatan seni yang dikembangkan oleh Muslim. Dalam penjilidan, konsep pembuatan corak berwarna pada kertas ini digunakan sebagai aksesori pada jilid buku atau manuskrip.
Sulit untuk mengetahui secara persis kapan para seniman Muslim mulai menjalankan seni ebru. Sebab, kebanyakan karya yang mereka buat tak dicantumkan tanggal pembuatannya. Walaupun, banyak hasil ebru dijadikan sebagai sampul naskah-naskah tua.
Hanya, karya ebru yang mempunyai tanggal pembuatan, dapat dipakai untuk melacak berapa usia karya-karya itu. Dan, salah satu karya ebru tertua terdapat di Museum Istana Topkapi yang dibuat oleh Sebek Mehmed dan berangka tahun 1539 Masehi.
Pun terungkap bahwa Mehmed pernah membuat ebru dengan warna pucat dan digunakan untuk menghiasi buku kecil berjudul Tertab-i Risale-i Ebri, dibuat pada 1595 Masehi. Sebenarnya, banyak seniman ebru yang berbakat pada masa itu.