Selasa 10 Apr 2018 15:22 WIB

Ancaman Perang Dagang dan Gertakan RI Setop Beli Airbus

Uni Eropa akan melarang pemakaian turunan minyak kelapa sawit pada 2021.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Budi Raharjo
Pekerja melakukan bongkar muat minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. (ilustrasi) (Republika/Prayogi)
Foto: Prayogi/Republika
Pekerja melakukan bongkar muat minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. (ilustrasi) (Republika/Prayogi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina sudah terjadi. Kedua negara saling berbalas mengenakan pajak tinggi bagi produk impor yang masuk dari kedua negara itu.

Meski tak sekeras kedua negara besar dunia itu, ancam mengancam di bidang perdagangan tampaknya bakal terjadi antara Indonesia dan Uni Eropa (UE). Pemicunya adalah rencana Uni Eropa untuk melarang penggunaan produk biodiesel turunan minyak kelapa sawit (crude palm oil) di Benua Biru mulai 2021.

Sebelumnya, Uni Eropa juga mengenakan pajak yang tinggi terhadap produk impor CPO Inodesia. Hingga pada akhir Maret lalu mencuat kabar Pengadilan Tinggi Uni Eropa memenangkan gugatan Indonesia untuk membatalkan kebijakan tarif tinggi itu.

Indonesia juga tak tinggal diam menghadapi ancaman pelarangan pemakaian CPO itu. Tak lagi defensif, pemerintah Indonesia kini mulai agresif melawan. Sejumlah menteri dikirim untuk merundingkan persoalan yang menyangkut devisa negara puluhan miliar dolar AS ini.

Yang terakhir, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita meminta izin Wakil Presiden untuk membuat tindakan balasan terhadap Uni Eropa. Ia mengancam Indonesia bisa menghentikan pembelian pesawat buatan Eropa, Airbus, dan Boeing (buatan Amerika Serikat). AS ikut menerapkan pajak tinggi bagi CPO impor asal Indonesia.

"Kita melakukan pembelian pesawat terbang antara lain dengan Airbus dan Boeing, kalau ini terus berkembang maka kita mungkin akan menghentikan (pembelian pesawat terbang) itu juga," ujar Enggar, di Istana Wakil Presiden, Senin (9/4).

Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Oke Nurwan mengingatkan persoalan pembatasan CPO di Uni Eropa harus ditangani dengan serius. Aturan yang dibuat oleh Uni Eropa tersebut dapat mempengaruhi kebijakan-kebijakan yang lain. Padahal CPO merupakan salah satu penyumbang ekspor bagi Indonesia yakni sekitar 12 persen.

Minyak sawit mengalami kampanye hitam sejak beberapa tahun lalu. Indonesia tak bisa hanya defensif menghadapi hal itu. Oke mengatakan, pada saat itu Indonesia selalu bersikap defensif dengan kampanye negatif bahwa sawit tidak sehat dan menjadi penyebab deforestasi.

Saat ini Indonesia tidak bisa lagi menghadapi kampanye hitam CPO di Uni Eropa maupun Amerika Serikat (AS) dengan cara defensif. Menurutnya, Indonesia harus meningkatkan cara untuk menghadapinya melalui negosiasi dengan level playing field yang sama.

"Jadi kalau dulu itu disebut sawit itu tidak sehat, kita sebut sehat, kemudian disebut deforestasi, kita sebut enggak, selalu defensif. Sekarang kita harus ada next level, masuk ke apa yang kita beli di sana, level playing fieldnya disamakan," ujar Oke.

Uni Eropa mengambil kebijakan penghapusan konsumsi CPO karena produk ini dianggap memiliki dampak lingkungan yang buruk. Minyak sawit kerap dituding sebagai dalang dari proses deforestasi besar-besaran di negara Asia dan Amerika Latin. Jika Parlemen Uni Eropa resmi menolak produk CPO, perang dagang berpotensi muncul antara Eropa dengan negara produsen sawit di Asia dan Amerika Latin.

Mendag menilai ancaman larangan penggunaan minyak sawit mentah di Uni Eropa akibat persaingan bisnis. Uni Eropa menilai minyak sawit mentah lebih murah ketimbang minyak nabati lain yang diproduksi di tanah Eropa.

"Kalau saya lihat ada persaingan (bisnis), mereka memproduksi rapeseed oil dimana harganya mahal, sedangkan CPO kita lebih murah," ujar Enggar.

Produksi minyak sawit mentah juga menggunakan lahan yang lebih sedikit ketimbang rapeseed oil. Karena itu, Enggar menilai, ada persaingan tidak sehat dalam ancaman larangan CPO oleh Uni Eropa. "Ini persaingan tidak sehat," kata Enggar.

Parlemen Uni Eropa telah menyetujui rencana phase out biodiesel berbahan minyak sawit mentah atau crude palm oil pada 2021. Kendati belum final, rencana ini mengancam ekspor biodiesel Indonesia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement