REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Perkumpulan Prakarsa Ah Maftuchan menilai saat ini belum banyak yang fokus memperhatikan kelayakan kerja pengemudi ojek daring. Padahal, menurutnya saat ini ojek daring sudah memberikan alternatif transportasi yang cepat dan terjangkau.
Menurut Maftuchan, kerja layak juga penting dirasakan oleh pengemudi ojek daring. "Untuk mencapai kondisi kerja layak bagi pengemudi ojek daring, ada beberapa hal yang harus dilakukan, salah satunya pemerintah harus mengatur sistem hubungan kerja perusahaan aplikasi dan mitra pengemudi ojek daringnya," kata Maftuchan di kantor Perkumpulan Prakarsa, Selasa (10/4).
Dia menjelaskan kemunculan bisnis transportasi daring saat ini sudah membuat sistem kerja jenis baru yang belum diprediksi sebelumnya. Sementara itu, Maftuchan menegaskan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak dapat menjangkau sistem kerja dalam ojek daring.
Hal itu terjadi karena hubungan kerja yang dilalami pengemudi ojek daring dan perusahaan aplikasi bukan hubungan industrial. "Kontrak kerjanya dalam bentuk kemitraan, dan ini belum ada aturan resminya," ujar Maftuchan.
Padahal, kata Maftuchan, pola kerja ojek daring yang saat ini dialami pengemudinya tidak jauh berbeda dengan pekerja pada umumnya. Meski begitu, dia menegaskan, faktanya pengemudi ojek daring jumlahnya mencapai ratusan ribu orang dan hanya terikat pada dua perusahaan saja yaitu Gojek dan Grab.
Sementara itu, peneliti kebijakan sosial Perkumpulan Prakarsa Eka Afrina Djamhari meminta perusahaan aplikasi perlu memberikan perlindungan kerja bagi pengemudi ojek daring secara menyeluruh. "Perlindungan kerja setidaknya mencakup jaminan BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan," ungkap Eka.
Selain itu juga adanya asuransi kecelakaan bagi pengemudi ojek daring menurut Eka tidak cukup hanya sebatas ketika mengangkut penumpang. Eka menilai, asuransi kecelakaan juga harus dimiliki pengemudi ojek daring di setiap waktu.
Baca juga: Gojek Sumbang Ekonomi Nasional, Berapa Pendapatan Pengemudi?