Rabu 11 Apr 2018 11:34 WIB

KPK akan Pelajari Putusan Praperadilan Terkait Bank Century

KPK akan melihat sejauh mana putusan praperadilan bisa diimplementasikan.

Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mempelajari putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang mengabulkan gugatan praperadilan Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) terkait kasus korupsi Bank Century. Prinsip dasarnya, kata KPK, KPK berkomitmen mengungkap kasus apa pun sepanjang terdapat bukti yang cukup.

"Tentu, kami hormati putusan pengadilan tersebut. Berikutnya, KPK akan mempelajari putusan itu dan melihat sejauh mana bisa diimplementasikan karena amar putusan itu relatif baru dalam sejumlah putusan praperadilan yang ada," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Rabu (11/4).

Dalam putusan yang dibacakan pada Selasa (10/4), Hakim Tunggal Effendy Muchtar memerintahkan KPK untuk tetap melanjutkan kasus dugaan tindak pidana korupsi Bank Century sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan.

Selain itu, hakim Effeny juga memerintahkan KPK untuk menetapkan tersangka terhadap Boediono, Muliaman D Hadad, Raden Pardede, dan kawan-kawan berdasarkan surat dakwaan atas nama Budi Mulya atau melimpahkannya kepada kepolisian atau kejaksaan untuk dilanjutkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

Sebelumnya ,pada Juli 2014, mantan deputi gubernur Bank Indonesia Bidang Pengelolaan Moneter dan Devisa Budi Mulya divonis 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider lims bulan kurungan karena dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) kepada Bank Century dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

Dalam pertimbangannya, hakim menjelaskan bahwa Budi Mulya terbukti melakukan perbuatan melawan hukum karena tidak dilakukan dengan iktikad baik. Perbuatan melawan hukum adalah pemberian persetujuan FPJP dilakukan dengan iktikad tidak baik karena untuk mencari keuntungan diri sendiri dan juga dalam penyelamatan dana YKKBI (Yayasan Kesejahteraan Karyawan Bank Indonesia) yang ada di Bank Century dan tindakan-tindakan lain yang berdasarkan korupsi, kolusi, dan nepotisme.

YKKBI menyimpan dana di Bank Century hingga mencapai Rp 83 miliar dan merupakan salah satu nasabah yang uangnya dikembalikan dari pengucuran FPJP sebesar Rp 689,39 miliar. Di samping itu, hakim menilai pemberian FPJP tidak dilakukan dengan analisis mendalam dan berdampak positif sehingga bertentangan dengan pasal 25 UU No23/1999 sebagaimana diubah UU 3/2004 yang mengatur keputusan dewan Gubernur BI tidak dapat dihukum bila mengambil kebijakan sesuai dengan kewenangannya sepanjang dengan iktikad baik yang dipandang bila dilakukan bukan untuk diri, keluarga, kelompoknya, dan atau tindakan-tindakan lain yang terindikasi korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Perbuatan melawan hukum lainnya adalah memperoleh pinjaman sebesar Rp 1 miliar dari Robert Tantular. Dalam perbuatan a quo terdakwa melakukan perbuatan karena untuk kepentingan diri sendiri, yaitu memperoleh pinjaman dana dari Robert Tantular dan penyelamatan YKKBI sehingga persetujuan pemberian penetapan FPJP oleh terdakwa dilakukan dengan iktikad tidak baik sehingga tidak sesuai dengan pasal 45 UU Bank Indonesia.

Atas perbuatan tersebut, Budi Mulya menyebabkan kerugian negara yang mencapai Rp 8,5 triliun, yaitu FPJP sebesar Rp 689,39 miliar, penyertaan modal sementara dari Lembaga Penjamin Simpanan senilai Rp 6,7 triliun hingga Juli 2009, dan Rp 1,2 trilun pada Desember 2013.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement