Rabu 11 Apr 2018 16:13 WIB

Polri Segera Minta Keterangan Facebook

Iqbal enggan berspekulasi terkait dugaan kebocoran data pengguna Facebook

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Bilal Ramadhan
Skandal Facebook
Foto: republika
Skandal Facebook

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polri menyatakan akan turut mengusut isu kebocoran data pengguna Facebook di Indonesia. Dalam hal ini, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Polisi Mohammad Iqbal menyatakan, Badan Reserse Kriminal Polri sudah menyiapkan surat untuk meminta keterangan pihak Facebook.

"Sudah dipersiapkan, kalau saya kan ngomongnya tidak memanggil, kita meminta keterangan ya," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Polisi Mohammad Iqbal di Mapolres Metro Jakarta Selatan, Rabu (11/4).

Iqbal enggan menyebut permintaan keterangan pada pihak Facebook itu sebagai pemanggilan. Meskipun, mantan Kapolrestabes Surabaya ini juga memastikan Bareskrim akan segera meminta keterangan Facebook.

"Masih keterangan, kalau memanggil kan bahasanya, bahasanya kan upaya paksa. Saat ini belum ada upaya penyidikan, baru penyelidikan, kita koordinasi," ujar dia.

Iqbal juga enggan berspekulasi terkait benarnya pemanfaatan kebocoran data tersebut. Menurut dia, Polri tetap akan mengkaji dan berkoordinasi dengan pihak terkait lainnya.

Sebelumnya, Kemenkominfo sudah bersurat ke Mabes Polri terkait kebocoran data itu, khususnya kepada Badan Reserse dan Kriminal Polri. Polri pun menyatakan akan mendukung Kementerian Kominfo menindaklanjuti kasus ini.

Kepolisian akan terlebih dahulu berkoordinasi dengan berbagai pihak terlebih dahulu. Permintaan Menkominfoberkaitan dengan kebocoran jutaan data Facebook asal Indonesia dalam skandal yang melibatkan lembaga konsultan politik Cambridge Analytica.

Di seluruh dunia, diperkirakan tak kurang dari 87 juta data Facebook bocor. Dikhawatirkan, data pengguna Indonesia turut bocor dan digunakan untuk kepentingan tertentu.

Facebook bisa saja dikenai Pasal 30 UU ITE. Pasal itu mengatur tentang akses ilegal. Pasal tersebut menyatakan seseorang yang sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan atau sistem elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem keamanan, diancam pidana hingga delapan tahun.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement