Rabu 11 Apr 2018 19:20 WIB

JK: Pesawat Kepresidenan Melekat dengan Pengamanan

JK anggap penggunaan pesawat kepresidenan bagian dari pengamanan kepala negara

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Bilal Ramadhan
Jusuf Kalla
Foto: Antara
Jusuf Kalla

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengizinkan penggunaan pesawat kepresidenan oleh calon presiden petahana untuk kepentingan kampanye saat pemilihan presiden (pilpres). Aturan ini menuai kritik dari berbagai pihak, salah satunya dari Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla mengatakan, penggunaan pesawat tersebut wajar. Karena penggunaan pesawat kepresidenan merupakan bagian dari pengamanan kepala negara.

Oleh karena itu, wajar saja jika Presiden Joko Widodo menggunakan pesawat kepresidenan untuk kampanye pilpres. "Presiden kan tidak bisa dipisahkan dari segi security, musti ada pengawal, musti ada pesawat yang khusus dan sejak dulu begitu," ujar Jusuf Kalla ketika ditemui di kantornya, Rabu (11/4).

Jusuf Kalla menjelaskan, sebelum ada pesawat kepresidenan kegiatan presiden menggunakan pesawat Garuda dan dibayar oleh pemerintah. Menurutnya, pengamanan presiden dan wakil presiden tidak boleh sembarangan dan harus tetap melekat pada keamanan.

Dia mencontohkan, mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama juga menggunakan pesawat kepresidenan saat kampanye pilpres. "Presiden, wakil presiden tidak boleh sembarangan. Presiden itu tetap harus bisa berhubungan kapanpun, kalau anda lihat dulu Obama kampanye itu naik Air Force 1 ya kan," kata Jusuf Kalla.

Sebelumnya Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mengatakan, calon presiden pejawat diperbolehkan menggunakan pesawat kepresidenan saat kampanye pemilihan presiden. Alasannya, penggunaan pesawat kepresidenan berkaitan dengan pengamanan yang melekat.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement