REPUBLIKA.CO.ID,PARIS -- Prancis dan Arab Saudi selaras dengan isu-isu menyangkut kontra terorisme, Suriah, dan pentingnya pertukaran budaya. Hal itu dinyatakan oleh Pangeran Mahkota Saudi Mohammad bin Salman dan Presiden Prancis Emmanuel Macron pada Selasa (10/4) waktu setempat di Istana Elysee di Paris.
Dilansir di Arab News pada Rabu (11/4), Macron mengatakan kedua negara memiliki perbedaan taktis tentang bagaimana menangani kesepakatan nuklir Iran. Namun, keduanya sepakat ihwal perlunya mengekang meluasnya pengaruh Teheran di wilayah Teluk. Bahkan, Prancis menyatakan menentang keras serangan rudal balistik terhadap Arab Saudi yang diluncurkan kelompok Houthi dari Yaman.
Visi strategis kedua negara itu, yakni mengurangi semua proyek politik Iran yang ekspansionis yang dapat menyulut berbagai bentuk terorisme. Di Yaman, Macron membela penjualan senjata Perancis ke koalisi yang dipimpin Saudi. Namun, ia prihatin terhadap situasi kemanusiaan sehingga Prancis siap menjadi tuan rumah membahas permasalahan itu.
"Antara sekarang dan musim panas, konferensi bersama akan diadakan di Yaman untuk mengklarifikasi apa yang sedang dilakukan dan apa yang perlu dilakukan," kata Macron.
Di Suriah, Macron mengatakan Prancis menargetkan kemampuan senjata kimia rezim Assad jika memutuskan untuk menanggapi serangan gas kimia di kota Douma.
Sementara itu, Pangeran Mohammad mengatakan Arab Saudi tidak ragu mengambil bagian dalam aksi militer di Suriah dengan sekutu-sekutunya. Apabila, hal itu diperlukan. Putra mahkota itu mengungkapkan kekhawatiran Saudi tentang kesepakatan 2015 pada program nuklir Iran.
"Kami tidak ingin mengulangi kesepakatan yang terjadi pada 1938, yang menghasilkan perang dunia kedua," ujar Mohammad
Setelah kunjungan tiga hari di Perancis, kedua negara setuju mengadakan pertukaran budaya utama. Selain itu, sejumlah perusahaan dari kedua negara juga menandatangani rancangan perjanjian kerja sama senilai 18 miliar dolar AS.
Perjanjian ini mencakup sektor termasuk petrokimia, pengolahan air, pariwisata, kesehatan, pertanian, dan kegiatan budaya. Termasuk, kesepakatan 9 miliar dolar AS antara Aramco dan Total untuk membangun kompleks petrokimia di Kerajaan Arab Saudi.
Rencananya, pabrik dibangun di Jubail. Pabrik itu diharapkan mampu menyediakan 8.000 lapangan pekerjaan baru di Arab Saudi.