REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Peguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) menyetujui bahkan mengusulkan ada penambahan dosen asing di Indonesia karena kurangnya dosen dengan keahlian tertentu namun jumlahnya dibatasi. Ketua Umum APTISI, Budi Djatmiko mengatakan, sebenarnya sejak 2007 lalu ia sudah mengusulkan kepada presiden saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bahwa Indonesia kekurangan dosen untuk keahlian dan keilmuan tertentu seperti ahli nuklir, astronomi, atau teknologi informasi.
Saat itu, kata dia, SBY merespons minimal dikendalikan dua instansi yaitu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker). Kemudian, usulan ini kembali disampaikan saat pemerintahan presiden Joko Widodo karena Indonesia kekurangan dosen, terutama untuk S3 dan ahli.
"Dibandingkan mendirikan perguruan tinggi asing untuk meningkatkan kualitas, kenapa tidak dosennya saja yang diundang (ke Indonesia)," katanya saat dihubungi Republika, Rabu (11/4).
Menurutnya, perguruan tinggi asing yang mencari uang sementara perguruan tinggi di Indonesia yayasan non profit. Karena itu ia menyarankan lebih baik dosen luar negeri ini didatangkan ke Indonesia tetapi dibatasi jumlahnya. Disinggung mengenai jumlah ideal dosen asing di Tanah Air, ia menyebut itu tergantung hasil pemetaan untuk mengetahui kekuranganahli teknologi informasi (TI), astronomi.
"Tanpa pemetaan pemerintah tidak bisa melakukan itu (mengizinkan dosen asing masuk Indonesia) karena jumlahnya kelebihan. Jika kelebihan ini akan
menjadi masalah," ujarnya.
Ini pernah terjadi di Brunei Darussalam yang tidak punya dosen dan guru. Namun, setelah dibuka lowongan dosen asing ternyata negara ini kelebihan dosen asing dan mereka akhirnya dipulangkan. Ia juga meminta dosen luar negeri ini mengikuti pancasila, kebangsaan. Kemudian mereka harus memahami budaya Indonesia seperti Pancasila.
"Jangan sampai transfer of knowledge tidak seperti yang kita harapkan," ujarnya.