Kamis 12 Apr 2018 20:51 WIB

Nadia Mulya Terbuka Soal Hubungan Ayahnya dan Boediono

Nadia mengatakan ayahnya kecewa ketika Boediono diam soal Century.

Anak dari mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Budi Mulya, Nadia Mulya mendatangi gedung KPK, Jakarta, Kamis (12/4). Kedatangan keluarga terpidana kasus korupsi pemberian dana talangan Bank Century itu untuk meminta KPK menindaklanjuti putusan praperadilan PN Jakarta Selatan yang memerintahkan KPK melanjutkan penyelidikan dan penyidikan kasus Bank Century.
Foto: Antara
Anak dari mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Budi Mulya, Nadia Mulya mendatangi gedung KPK, Jakarta, Kamis (12/4). Kedatangan keluarga terpidana kasus korupsi pemberian dana talangan Bank Century itu untuk meminta KPK menindaklanjuti putusan praperadilan PN Jakarta Selatan yang memerintahkan KPK melanjutkan penyelidikan dan penyidikan kasus Bank Century.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terbukanya kembali kasus Bank Century bak membuka luka lama bagi putri terpidana kasus bail out Bank Century Budi Mulya, Nadia Mulya. Ia mengisahkan pertemuannya dengan Mantan Wakil Presiden Boediono di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas I Sukamiskin, Bandung. Pertemuan pertama dan terakhir Boediono dengan ayahnya setelah diputuskan dihukum penjara.

"Ada satu kejadian yang unik. Pak Boediono itu, ketika bapak saya menjadi tersangka, jadi sangat alergi dengan bapak saya. Tidak pernah mau bertemu," tutur finalis Puteri Indonesia 2004 itu di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Kamis (12/4).

Bahkan, lanjut Nadia, ketika adiknya, Benny Mulya, meninggal pada 2014 lalu, Boediono tidak mengirimkan karangan bunga atau yang lainnya. Menurutnya, mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) itu hanya mengirim satu lembar surat saja kepada keluarga mereka.

"Itu sangat menyakiti hati dan perasaan bapak saya. (Padahal) saat menjadi bawahan Pak Boediono, (Budi) respect sama beliau," kata Nadia.

Ia kemudian melempar kembali ingatannya ke hari Selasa, 26 Januari 2016. Hari di mana ia berkunjung menemui ayahnya di Lapas Klas I Sukamiskin. Kala itu, ia sedang mengandung anak ketiganya dengan usia kandungan lima bulan.

"Saya mengunjungi bapak saya di Sukamiskin. Tiba-tiba saja bapak saya dipanggil ke kantor kepala lapas. Ketika balik, muka bapak saya kencang. 'Kenapa Bapak?' 'Ada Boediono di sini' katanya," ungkap dia.

Nadia mengaku kaget kala itu. Ia merasa seperti demikian lantaran semenjak ayahya menjadi tersangka kasus yang merugikan negara sebesar RP 6,76 triliun itu, tak pernah ada kabar dan berita apa pun dari Boediono.

Hingga akhirnya, saat itu Nadia dan Budi bertemu dengan Boediono selama kurang lebih satu jam lamanya. Ketika itu, Boediono datang seorang diri, ajudannya menunggu di luar. Mereka benar-benar berbicara enam mata. Pada kesempatan tersebut, Budi menyampaikan rasa janggal yang ada di hatinya.

"Lebih dalam arti, 'kamu, nih, sebagai seorang pemimpin, saya begitu menghargai kamu. Kenapa kamu tidak mengatakan apa yang kamu ketahui mengenai Bank Century?' Itu yang bapak saya katakan kepada Pak Boediono," kisahnya.

Nadia tak paham apa tujuan Boediono menemui ayahnya pada saat itu. Menurut dia, saat itu Boediono lebih banyak diam dan hanya meminta maaf tanpa menawarkan solusi. Boediono hanya mengajak Budi untuk menggiring opini publik melalui media.

"Saat itu beliau mengatakan, 'oke, bagaimana kalau kita menggiring opini media untuk mengatakan, ini adalah kebijakan yang tak dapat dipidanakan," jelasnya.

Nadia menjawab, "Pak, sudah telat. Sekarang bapak saya sudah di sini. Kalau seandainya kamu sebagai Wakil Presiden pada saat itu berani mengambil sebuah keputusan yang lebih firm, mungkin tidak akan berlarut-larut sampai dengan sekarang."

Pada pertemuan itu, jelas Nadia, emosinya dan sang ayah meluap. Ia tak menampik, keduanya sempat berbicara dengan nada tinggi kepada Boediono. Ia merasa kecewa karena ia merasa hanya ayahnya sendiri yang harus menjalani hukuman dari kasus tersebut.

"Ibaratnya, bapak saya itu dilempar ke kandang singa, dan kalian satu pun tidak ada yang memberikan bantuan apa pun kepada bapak saya," terangnya.

Kekecewaannya tersebut tak lantas membuatnya ingin hal yang terjadi kepada ayahnya itu terjadi kepada orang lain. Secara pribadi, ia tak ingin ada orang lain yang merasakan apa yang keluarganya rasakan.

"Ketika ini menimpa bapak saya, keluarga saya ini hancur. Adik saya meninggal, kakek saya meninggal. Jadi, kalau ngomong mengenai mengharapkan ada orang lain yang melalui ini semua, saya tidak mau," ungkapnya.

Tetapi, demi keadilan, Nadia akan menerima segala proses yang berlaku. Apabila demi keadilan memang harus ditetapkan tersangka yang baru, harus ada pengadilan lagi, maka harus seperti itu. Ia mempercayakan segalanya kepada hukum.

"Kalau demi keadilan memang harus ditetapkan tersangka baru, harus ada pengadilan lagi, dan so be it. Harus seperti itu," kata dia.

Nadia merasa, jika kasus bailout Bank Century benar-benar ditelusuri, banyak kejanggalan-kejanggalan yang terjadi. Ia pun mengatakan, sebagai putri dari Budi Mulya, ia tidak terima, ayahnya dalam melaksanakan tugasnya sebagai deputi gubernur bidang moneter dijadikan tumbal. Dijadikan sebagai satu-satunya orang yang harus menjalani hukuman atas kasus tersebut. "Bapak saya dikorbankan," ucap Nadia tegas.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement