Jumat 13 Apr 2018 03:00 WIB

Vonis Bebas Bos Pasar Turi Bocor, Hakim Dilaporkan ke MA

Padahal, putusan perkara pidana tersebut baru akan dibacakan pada Senin (19/4).

Mahkamah Agung, ilustrasi
Mahkamah Agung, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Organisasi Masyarakat Gerakan Putra Daerah (Ormas GPD) mengadukan hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang menyidangkan kasus perkara penipuan dan penggelapan yang menjerat Bos Pasar Turi, Henry Jacosity Gunawan, ke Badan Pengawasan Mahkamah Agung Republik Indonesia (Bawas MA RI). Pengaduan secara tertulis itu disinyalir bersumber pada putusan majelis hakim yang diketuai Unggul Mukti Warso telah bocor ke publik.

Padahal, putusan perkara pidana Nomor 2575/Pid.B/ 2017/PN.Sby tersebut baru akan dibacakan pada Senin (19/4). "Diduga keras vonis bebas itu sudah bocor ke publik. Padahal belum dibacakan," ujar Wanto, Juru Bicara GPD, kepada awak media di gedung Bawas MA RI, dalam keterangannya, Kamis (12/4).

Wanto menjelaskan, Pengaduan ke Bawas MA oleh GPD ini bukanlah yang pertama. Ormas yang berpusat di Surabaya itu juga pernah melaporkan hakim Unggul Mukti Warso saat kasus penipuan dan penggelapan ini mulai disidangkan di PN Surabaya.

"Laporan kami yang pertama terkait netralitas majelis hakim dan perlakuan istimewa yang diberikan pada terdakwa Henry J Gunawan," kata Wanto.

Selain melaporkan adanya bocornya vonis sebelum dibacakan, GPD juga melaporkan adanya kesengajaan hakim pemeriksa perkara ini yang telah mengabaikan masa tahanan kota terdakwa Henry yang telah habis pada November 2017 lalu.

"Ironisnya hakim tidak kembali memasukkan terdakwa Henry ke rumah tahanan negara. Ada apa? Padahal sidang perkara ini juga dipantau Komisi Yudisial Penghubung Jatim," ujar Wanto.

Dalam laporannya tersebut, GPD meminta agar Bawas menanggapi pengaduannya dan memeriksa majelis hakim yang diketuai Unggul Mukti Warso serta menjatuhkan sanksi hingga ke pemecatan. "Ketua Bawas harus segera menerjunkan tim, demi kepercayaan masyarakat pada penegakkan hukum. Bila perlu hakimnya disanksi tegas hingga ke pemecatan," kata Wanto menambahkan.

Terpisah, laporan GPD tersebut diterima oleh Yugus Dwi Prasetyo selaku Inspketur Wilayah Badan Pengawasan Mahkamah Agung Republik Indonesia (Irwil Bawas MA RI). "Laporan GPD ini segera kami tindak lanjuti," ujar Yugus saat dikonfirmasi awak media di ruang pengaduan Bawas MA RI.

Kendati demikian, Yugus belum bisa memastikan kapan tim Bawas akan diterjunkan ke PN Surabaya untuk melakukan pemeriksaan pada majelis hakim yang memeriksa perkara ini. "Kalau memang ada putusan bocor sebelum putusan itu dibacakan, tentu saja ini bersifat urgen dan harus segera disikapi," katanya.

Yugus mengakui, Bawas MA RI tidak memberikan toleransi kepada hakim yang bermasalah, terlebih apabila laporan GPD tersebut terbukti kebenarannya. "Kalau memang tidak bisa dibina, iya dibinasakan, termasuk paniteranya juga, tapi kita buktikan dulu," katanya menegaskan.

Untuk diketahui, kasus pidana ini bermula dari jual beli tanah antara Henry dan klien dari notaris Caroline C Kalempung. Tanah yang dijualbelikan tersebut berada di Celaket, Malang, Jawa Timur, seharga Rp 4,5 miliar.

 

Namun, setelah membayar lunas, Henry tak menyerahkan sertifikat tanah tersebut pada klien dari notaris Caroline C Kalempung. Henry justru menjual kembali tanah itu kepada orang lain dengan harga yang lebih tinggi, yakni Rp 10,5 miliar. Peristiwa itu pun akhirnya dilaporkan notaris Caroline C Kalempung ke Polrestabes Surabaya.

Perbuatan Henry Jacosity Gunawan itu membuahkan tuntutan maksimal dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya. Bos Pasar Turi yang juga pemilik PT Gala Bumi Perkasa (GBP) ini dituntut empat tahun penjara dengan perintah penahanan karena dinyatakan terbukti bersalah melakukan penipuan, sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP.  Surat tuntutan yang dibacakan Jaksa Kejari Surabaya pada 26 Maret 2018 lalu ini mendapat perlawanan dari tim pembela Henry yang berdalih kasus penipuannya itu adalah perdata.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement