REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sidang kasus dugaan korupsi proyek kartu tanda penduduk (KTP) elektronik dengan terdakwa Setya Novanto (Setnov) memasuki babak akhir. Setelah mendengan pledoi dari mantan Ketua Umum Golkar itu, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) akan membacakan vonis pada 24 April mendatang.
"Sidang kami tunda hingga 24 April 2018, dengan agenda putusan," ujar Hakim Ketua Yanto ketika menutup persidangan Setnov yang digelar di Pengadilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) Jakarta Pusat, Jumat (13/4).
Untuk diketahui dalam perkara ini, Setya Novanto dituntut 16 tahun penjara ditambah denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan, dan pembayaran uang pengganti sejumlah 7,435 juta dolar AS, dan dikurangi Rp 5 miliar seperti yang sudah dikembalikan Setnov (sekitar Rp 66,3 miliar dalam kurs pada 2012) subsider 3 tahun penjara.
KPK juga menolak permohonan Setnov untuk menjadi "justice collaborator" (JC) dan meminta agar hakim mencabut hak Setnov untuk menduduki jabatan publik selama 5 tahun setelah selesai menjalani masa pemindaan. Setnov juga membantah menjadi pihak yang paling diuntungkan dari penerimaan uang melalui keponakannya Irvanto Hendra, Pambudi Cahyo, dan rekannya sesama pengusaha, Made Oka Masagung. Lalu, ia juga membantah mempengaruhi para pejabat Kementerian Dalam Negeri dalam proyek KTP-El tersebut.
Selain itu, mantan Ketua DPR itu juga membantah mempersiapkan Rp 20 miliar agar terhindar dari penyidikan KPK, dan mengaku bahwa anggaran KTP-El tidak dapat diintervensi oleh dirinya selaku Ketua Fraksi Partai Golkar saat itu, karena satu fraksi tidak bisa mempengaruhi anggaran. Meski demikian, Setnov meminta maaf atas perbuatannya dalam proyek KTP-El itu.
"Saya minta maaf kepada seluruh anggota DPR RI, masyarakat Indonesia yang saya sudah semaksimal mungkin. Tentu saya minta maaf kalau ini sebagai manusia biasa dianggap salah saya mohon maaf sebesar-besarnya," kata Setnov.
(Baca juga: Sempat Menangis, JPU: Kita Tolak Semua Pembelaan Setnov)