REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kaos bertuliskan #2019GantiPresiden tengah ramai diperbincangan publik. Bahkan, tagar viral ini mendapat tanggapan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyatakan bahwa tidak mungkin menggantikan presiden hanya dengan membuat kaos.
Pengamat Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro, mengatakan bahwa segalanya bisa saja menjadi mungkin. Pasalnya, dalam Pilkada DKI 2017 lalu saja masyarakat Jakarta mampu menumbangkan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai Gubernur DKI Jakarta saat itu.
"Apa yang tidak mungkin. Di Pilkada DKI juga semua bilang nggak mungkin, bahwa terlalu berat mengalahkan Pak Ahok karena dia hebat gitukan. Tapi ternyata tidak ada yang tidak mungkin," ujar Siti, Jumat (13/4).
Zuhro menuturkan, sebenarnya dalam bahasa demokrasi, tagar 2019gantipresidentersebut adalah suksesi. Artinya, kata dia, dalam setiap lima tahun seorang presiden akan menggelar pemilihan umum. Karena itu, menurut dia, sejatinya bahasa dalam kaos tersebut biasa saja.
Namun, dia menegaskan bahwa bisa saja Presiden Jokowi nantinya benar-benar diganti oleh rakyat jika situasi politik berubah. "Karena secara demorasi itu ketika momen dan konteks tadi itu ternyata berpihak kepada pasangan calon lain, itu betul-betul akan menjadi kemenangan," ucapnya.
Suhu panas politik sudah mulai terasa mulai sekarang. Siti tapi mengaku belum bisa memprediksi peta politik tahun ini, karena Pileg dan Pilpres masih akan digelar secara serentak pada 17 April 2019.
Saat ditanya apakah munculnya kaos tersebut merupakan bentuk ketidakpuasan publik terhadap kepemimpin Jokowi, Siti hanya mengatakan bahwa setiap pemilu pasti merupakan sebuah koreksi terhadap petahana. "Itulah yang disebut setiap Pemilu itu adalah koreksi terhadap pemerintah yang ada. Dan itu kosakata biasa saja. Bahwa pemilu dilakukan setiap lima tahun untuk evaluasi pemerintah yang ada," jelasnya.