Sabtu 14 Apr 2018 11:38 WIB

PM Inggris: Tak Ada Alternatif Selain Militer untuk Suriah

Inggris bersama Prancis dan AS ikut serang Suriah.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Perdana Menteri Inggris, Theresa May.
Foto: AP/Michel Euler
Perdana Menteri Inggris, Theresa May.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Perdana Menteri Inggris Theresa May mengatakan tidak ada alternatif selain serangan militer terhadap pemerintah Suriah. Pernyataannya tersebut berkaitan dengan serangan udara yang dilancarkan Inggris, Prancis, dan Amerika Serikat (AS) ke Suriah pada Sabtu (14/4).

May mengatakan serangan yang dilakukan Inggris, AS, dan Prancis ke Suriah terbatas, ditargetkan, serta dirancang untuk meminimalkan korban sipil. Adapun target serangan tersebut adalah fasilitas militer di kota Homs yang diduga menimbun bahan-bahan kimia.

"Ini bukan tentang campur tangan dalam perang sipil. Ini bukan tentang perubahan rezim," kata May dalam sebuah pernyataan pada Sabtu.

May mengatakan Inggris dan sekutunya telah berusaha menggunakan setiap sarana diplomatik untuk menghentikan penggunaan senjata kimia di Suriah. Namun upaya ini kerap gagal. Terlebih upaya pembentukan badan penyelidik independen yang diusulkan di Dewan Keamanan PBB diveto Rusia selaku sekutu Suriah.

"Jadi tidak ada alternatif praktis untuk menggunakan kekuatan guna menurunkan dan menghalangi penggunaan senjata kimia oleh rezim Suriah," ujar May.

Menurut May ini adalah kali pertama baginya selaku perdana menteri mengambil keputusan untuk mengerahkan angkatan bersenjatanya ke sebuah pertempuran. "Dan ini bukan keputusan yang saya anggap enteng," ungkapnya.

photo
Tembakan anti-pesawat tempur terlihat di langit Damaskus setelah AS meluncurkan serangan di Suriah, pada Sabtu dini hari (14/4). Donald Trump mengumumkan serangan udara ke Suriah sebagai tanggapan atas dugaan serangan senjata kimia.

Meski demikian, Inggris, kata May, telah bertekad untuk melenyapkan senjata kimia. Terlebih pada awal Maret lalu, dua warganya, yakni Sergei Skripal dan Yulia Skripal diserang menggunakan agen saraf novichok di Salisbury, Inggris. Aksi penyerangan tersebut menyebabkan krisis diplomatik antara Inggris dan Rusia.

"Saya telah melakukannya (melancarkan serangan ke Suriah) karena saya menilai tindakan ini untuk kepentingan nasional Inggris. Kami tidak dapat mengizinkan penggunaan senjata kimia menjadi sesuatu yang normal, tidak di Suriah, di jalanan Inggris, atau di mana pun di dunia kita," ujar May.

Pekan lalu, serangan gas beracun terjadi di Douma, Suriah. Serangan yang diduga menggunakan senjata kimia tersebut menewaskan sedikitnya 70 orang.

AS, Prancis, dan Inggris meyakini Pemerintah Suriah bertanggung jawab atas terjadinya serangan tersebut. Namun hal ini telah dibantah oleh Suriah dan sekutunya Rusia. Keduanya mengklaim tak pernah melancarkan serangan ke Douma dengan menggunakan senjata kimia.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement