Senin 16 Apr 2018 07:49 WIB

Macron Yakinkan Trump Pertahankan Pasukan AS di Suriah

Macron membujuk Trump membatasi serangan ke fasilitas senjata kimia.

Rep: Crystal Liestia Purnama/ Red: Ani Nursalikah
Presiden Prancis Emmanuel Macron (kiri) berbincang dengan Presiden AS Donald Trump.
Foto: Ian Langsdon, Pool via AP
Presiden Prancis Emmanuel Macron (kiri) berbincang dengan Presiden AS Donald Trump.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Presiden Prancis Emmanuel Macron meyakinkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mempertahankan pasukannya di Suriah dalam jangka waktu yang panjang. Dia juga meminta agar membatasi target serangan gabungan ke fasilitas senjata kimia.

"Sepuluh hari yang lalu, Presiden Trump mengatakan 'Amerika Serikat harus mundur dari Suriah'. Kami meyakinkannya itu perlu untuk dipertahankan dalam jangka panjang," kata Macron dalam wawancara yang disiarkan BFM TV, radio RMC, dan Mediapart.

Macron menjelaskan membatasi serangan ke target spesifik bukan selalu menjadi rencana Trump."Kami juga membujuknya kami perlu membatasi serangan di lokasi senjata kimia, setelah hal-hal sedikit terbawa selama (Trump) mencicit di Twitter," katanya.

Meskipun tidak biasa bagi seorang presiden Prancis menampilkan dirinya sebagai pengendali kebijakan AS dalam urusan militer di Timur Tengah, Macron dan Trump telah mengembangkan hubungan persahabatan selama setahun terakhir. Macron mengundang Trump untuk membantu perayaan hari Bastille tahun lalu. Dia juga akan melakukan perjalanan ke Washington pada kunjungan kenegaraan pada akhir bulan ini.

(Baca juga: Negara-Negara Ini Diduga Pasok Senjata dalam Perang Suriah)

Serangan yang dilakukan pada Sabtu (14/4) di Suriah adalah operasi militer besar pertama sejak pemilihan Macron pada Mei tahun lalu. Dia menegaskan kembali ada bukti serangan kimia. "Kami telah mencapai titik di mana serangan ini diperlukan untuk memberikan kembali kredibilitas komunitas (internasional)," katanya.

Pada Sabtu (14/4) pagi waktu setempat, AS, Prancis, dan Inggris meluncurkan 105 rudal. Serangan itu menargetkan apa yang mereka katakan adalah tiga fasilitas senjata kimia di Suriah. Serangan tersebut sebagai pembalasan atas dugaan serangan gas beracun di Douma pada 7 April.

Ketiga negara itu mengatakan mereka hanya menyerang kemampuan senjata kimia Suriah. Menurut mereka serangan itu tidak ditujukan untuk menjatuhkan Presiden Suriah Bashar al-Assad atau campur tangan dalam perang saudara.

Macron meyakini kegagalan internasional dalam membuat 'garis merah' untuk dihormati membuat Rusia berpikir meremehkan. Menurutnya Rusia berpikir bahwa kekuatan Barat sebagai komunitas internasional yang baik dan lemah. "Dia (Presiden Rusia Vladimir Putin) telah memahami bahwa itu tidak terjadi lagi."

Macron menambahkan Rusia, yang mendukung Assad secara politik dan militer, telah membuat dirinya terlibat dalam tindakan pemerintah Suriah.Tentu saja mereka terlibat. Mereka memang tidak menggunakan klorin sendiri tetapi mereka secara metodis membangun ketidakmampuan komunitas internasional untuk bertindak melalui saluran diplomatik untuk menghentikan penggunaan senjata kimia, katanya tentang Rusia.

Presiden Prancis itu tetap mengatakan dia ingin terlibat dalam dialog dengan semua pihak yang terlibat, termasuk Moskow, untuk menemukan solusi politik bagi Suriah. Dia menegaskan tidak ada perubahan dalam rencana perjalanannya ke Rusia bulan depan.

Macron memiliki kata-kata hangat untuk Turki. Dengan serangan itu kami telah memisahkan Rusia dan Turki dalam hal ini. Orang Turki mengutuk senjata kimia."

Macron menambahkan serangan di Suriah telah dilakukan dengan sempurna."Semua rudal kami mencapai target mereka," katanya.

Macron dikritik kalangan ekstrem kiri dan ekstrem kanan serta bagian dari kaum konservatif atas serangan-serangan itu. Dia menjelaskan Prancis, Inggris, dan AS memiliki legitimasi internasional untuk bertindak.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement