REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pernyataan Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais menuai pro dan kontra. Atas polemik itu, Ketua Cyber Indonesia Aulia Fahmi langsung melaporkan pernyataan Amien tersebut ke Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Ahad (15/4).
Pengamat hukum Universitas al-Azhar Indonesia Suparji Ahmad mengatakan, laporan tersebut dinilai tidaklah proporsional. Hal itu karena pernyataan Amien tidak memenuhi unsur penghinaan.
"Pernyataan tersebut tidak memenuhi unsur yang ada dalam pasal 27 ayat (3) UU ITE jo pasal 310 ayat (1) jo 311 KUHP karena tidak menyebut subjek orang per orang dan pernyataan tersebut tidak menyerang kehormatan, tidak bermuatan fitnah," katanya saat dihubungi Republika, Ahad (15/4).
Selain itu, pernyataan Amien tersebut juga tidak memenuhi kualifikasi Pasal 156 A KUHP tentang ujaran kebencian SARA dan penodaan agama. Sebab, partai politik bukan termasuk golongan yang dimaksud 156 A KUHP atau Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45 A ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.
Menurut dia, pernyataan Amien adalah bagian dari pendidikan politik kepada masyarakat agar bisa mengambil posisi terhadap partai politik yang saat ini ada di Indonesia. Selain itu, dia mengatakan, pernyataan itu lebih bersifat ungkapan atas realitas partai politik pada era saat ini. Ia menambahkan, pernyataan tersebut merupakan dalam rangka menyikapi dinamika dan polarisasi menjelang pilkada 2018 dan Pemilu 2019.
"Selain itu, yang paling mendasar adalah tidak ada maksud atau tidak ada kesengajaan untuk menebar rasa permusuhan, rasa kebencian, atau penghinaan kepada parpol," katanya menjelaskan.
Untuk diketahui sebelumnya, Amien Rais menyebut PAN, PKS, dan Gerindra dalam sebuah tausiyah sebagai partai yang membela Allah. Dia juga mengatakan, orang-orang yang anti-Tuhan akan bergabung dengan partai besar yang disebut sebagai partai setan. Namun, Amien tidak menyebutkan partai apa yang dimaksud.