REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berparas cantik, berbudi pekerti luhur dan bertutur kata fasih. Itulah sosok Ummu Ruman, istri Abu Bakar Sidiq RA. Ia adalah ibunda Aisyah RA, istri Rasulullah SAW. Mujahidah yang bernama asli Zainab dan ada pula yang menyebutnya Da’d itu termasuk kelompok pertama yang masuk Islam dan membela agama Allah SWT.
Ummu Ruman adalah putrid Amir bin Uwaimir bin Abdullah Syams bin ‘Itab bin Udzainah bin Subayyi’ bin Dahman bin Harits bin Ghanam bin Malik bin Kinanah. Ia dibesarkan di As-Sarah, sebuah perkampungan yang berkontur pegunungan dan berbukitan di Jazirah Arabia.
Saat menginjak dewasa, ia dinikahkan dengan seorang pemuda terpandang di kaumnya yang bernama Harits bin Sukhairah Al-Azdi. Dari pernikahan itu, keduanya dikarunia seorang anak bernama Ath-Thufail.
Harits kemudian mengajak istri dan anaknya hijrah dari As-Sarah ke Makkah. Berdasarkan tradisi bangsa Arab, setiap orang asing yang bermaksud bermukim di suatu daerah harus meminta perlindungan kepada seorang terpandang untuk menjamin keamanannya.
Keluarga kecil itu lalu masuk dalam perlindungan Abdullah bin Abu Quhafah atau Abu Bakar. Peristiwa itu terjadi sebelum datangnya Islam. Harits tidak dikarunia usia yang panjang. Ia meninggal setelah setahun tinggal di Makkah. Sesuai tradisi bangsa Arab saat itu, menikahi janda sahabatnya merupakan penghormatan bagi mendiang sahabatnya.
Abu Bakar pun menikahi Ummu Ruman dan merawat Ath-Thufail. Ummu Ruman menjadi istri kedua Abu Bakar. Dari istri pertamanya, Abu Bakar memiliki dua orang anak, yaitu Asma dan Abdullah. Dari pernikahan dengan Ummu Ruman, Abu Bakar pun mendapat dua orang anak, yaitu Aisyah dan Abdurrahman.
Ummu Ruman menyatukan Ath-Thufail, Asma, Abdullah, Aisyah, dan Abdurrahman dalam asuhannya. Ketika Nabi Muhammad SAW diutus menjadi Rasul, Abu Bakar adalah orang pertama yang masuk Islam. Abu bakar kemudian mengajak istrinya untuk memeluk Islam. Ummu Ruman pun menyambut ajakan itu dengan penuh kebahagiaan.
Rumah Ummu Ruman pun menjadi rumah kedua yang berada dalam naungan Islam, setelah rumah rasulullah SAW. Sejak saat itu, Nabi SAW kerap bolak-balik ke rumah Abu Bakar. Ummu Ruman pun menyambut kedatangan Nabi dengan penuh keramahan. Sepenuh hati Ummu Ruman meyakini ajaran agama yang dibawa Rasulullah SAW.
Rumah Ummu Ruman menjadi tempat yang mulia bagi Rasulullah SAW, sekaligus rumah islami yang baik. Peran Ummu Ruman dalam membesarkan agama Islam pun terbilang besar. Dengan setia ia mendampingi dan meringankan beban Abu Bakar dari berbagai penderitaan, sebagaimana yang dirasakan kaum Muslim di awal-awal dakwah Islam.
Berbagai macam siksaan yang dilakukan kafir Quraisy kepada kaum Muslimin di Makkah juga menimpa diri Ummu Ruman. Meski begitu, ia tetap tegar menghadapi berbagai macam siksaan itu. Keimanan akan kebenaran agama Allah SWT telah mengeras bagai baja dalam hatinya.
Selain sebagai seorang pejuang, ia juga figur istri yang salehah. Tak hanya mendampingi, Ummu Ruman juga menjadi pemicu semangat Abu Bakar dalam berdakwah. Ia selalu mendorong suaminya agar tak lelah dalam berdakwah menyebarkan risalah Allah SWT di muka bumi. Sang mujahidah pun mendukung usaha suaminya untuk menghapus perbudakan.
Ummu Ruman pun dicatat dalam sejarah Islam sebagai ibu teladan. Ia telah menjadi seorang ibu dan pendidik terbaik bagi anak-anaknya, yakni Aisyah dan Abdurahman. Ia sangat disiplin dan berhasil mendidik anak-anaknya. Sebagai seorang istri, ia sangat menghormati hak-hak suaminya. Ia adalah seorang wanita yang menepati janji nan bijak bestari.
Ketika Rasulullah SAW datang melamar putrinya, Aisyah, atas perintah Allah, Ummu Ruman menyambutnya dengan penuh kebahagiaan. Tak lama setelah pernikahan itu, Rasulullah SAW mendapat perintah untuk berhijrah. Abu Bakar diminta Nabi SAW mendampingi. Abu Bakar segera menyampaikan hal itu kepada Ummu Ruman.
Tanpa rasa takut dan waswas, Ummu Ruman mempersilakan suaminya untuk turut berhijrah bersama Rasulullah SAW. Padahal, ketika itu kekejaman, penyiksaan dan kezaliman yang dilakukan kafir Quraisy sedang menjadi-jadi. Ummu Ruman pun memikul tanggung jawab besar sebagai kepala keluarga, ketika ditinggalkan suaminya hijrah ke Madinah.
Ia tak takut meski harus menghadapi terror dan kekejaman dari kafir Quraisy. Asma binti Abu Bakar berkata, ‘’Sepeninggal Abu Bakar, Abu Jahal bin Hisyam dan teman-temannya datang ke rumah kami, lalu berdiri di depan pintu. Ketika aku menemui mereka, lalu mereka bertanya, ‘’Di mana ayahmu, wahai putri Abu Bakar?’’
Lalu Asma menjawab, ‘’Demi Allah, aku tidak tahu di mana ia berada!’’ mendengar jawabku Abu Jahal dengan sadis marah dan menampar pipiku sampai anting-antingku terlempar.’’
Ummu Ruman kemudian menyusul ke Madinah, setelah Abu Bakar mengutus Abdullah bin Ariqazh yang diutus Nabi untuk membawa mereka semua ke Madinah. Thalhah bin Uraiqith untuk menjemput keluarganya. Kedatangan Ummu Ruman beserta anak-anaknya disambut dengan penuh suka cita oleh umat Muslim di Madinah.
Ummu Ruman wafat karena sakit yang dideritanya. Rasulullah SAW ikut turun ke dalam kuburannya dan berdoa memohonkan ampun untuknya. ‘’Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui apa yang telah dialami Ummu Ruman dalam pengabdiannya kepada-Mu dan Rasul-Mu.’’