REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Ratusan warga Suriah berkumpul di alun-alun ibu kota Damaskus, pada Senin (16/4), untuk menggalang dukungan bagi militer negara mereka. Angkatan bersenjata Presiden Suriah Bashar al-Assad dinilai telah berhasil menghadapi serangan udara yang dilakukan Barat pada akhir pekan lalu.
Stasiun TV negara menyiarkan aksi dukungan tersebut langsung dari Alun-Alun Omayyad. Sejumlah warga terlihat melambai-lambaikan bendera Suriah sebagai penghormatan atas prestasi militer Suriah, menyalakan kembang api, dan melepaskan tembakan perayaan.
AS, Inggris, dan Prancis melakukan serangan udara dengan mengebom situs senjata kimia milik pemerintah Suriah, pada Sabtu (14/4). Serangan udara itu dipicu oleh serangan kimia yang terjadi di Kota Douma, wilayah Ghouta timur, yang menewaskan 40 orang.
Serangan Barat di Suriah terjadi tak lama setelah misi pencari fakta dari Organization of the Prohibition of Chemical Weapons (OPCW) tiba di Suriah untuk menyelidiki serangan kimia itu. Kedatangan misi itu di Douma dikeluhkan oposisi Suriah karena bukti penggunaan senjata kimia mungkin tidak lagi ditemukan.
OPCW mengadakan pertemuan darurat pada Senin (16/4) di Den Haag untuk membahas dugaan serangan kimia di Douma. Serangan Barat telah meningkatkan ketegangan internasional, terlebih AS dan Rusia saling bertukar ancaman pembalasan.
Duta Besar AS untuk PBB, Nikki Haley telah mengindikasikan AS akan memberikan sanksi ekonomi baru terhadap Rusia. Sanksi yang diumumkan pada Senin (16/4) itu akan menghukum Rusia karena memungkinkan pemerintah Assad untuk terus menggunakan senjata kimia.
Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan serangan militer AS telah melanggar Piagam PBB. Jika serangan tetap dilanjutkan, maka akan menimbulkan kekacauan dalam hubungan internasional.
Pemerintah Suriah mendapatkan kembali kendali penuh atas Douma pada Sabtu (14/4), setelah ada kesepakatan menyerah dengan para pemberontak yang menguasai kota di sebelah timur Damaskus itu. Douma adalah kantong pemberontak terakhir di daerah Ghouta timur, yang menjadi sasaran serangan pemerintah pada Februari hingga Maret yang menewaskan ratusan orang dan menelantarkan puluhan ribu orang lainnya.