REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Wakil Perdana Menteri Turki Bekir Bozdag menyampaikan pada Senin (16/4) bahwa negaranya tidak berpihak atau menentang negara manapun di Suriah. Kebijakan tersebut berbeda dengan Iran, Rusia, dan Amerika Serikat.
Bozdag, yang menjadi juru bicara pemerintah, menyampaikan hal tersebut untuk menanggapi pertanyaan wartawan tentang pernyataan sebelumnya dari Presiden Prancis Emmanuel Macron. Macron mengatakan dukungan Turki terhadap serangan peluru kendali yang dilakukan Barat terhadap Suriah.
Amerika Serikat, Inggris dan Prancis menembakkan lebih dari 100 rudal di Suriah pada Jumat dalam sebuah tembakan beruntun. Menurut Pentagon, serangan itu dilakukan atas temuan bukti bahwa Presiden Suriah Bashar al-Assad bertanggung jawab atas serangan senjata kimia yang menggunakan gas klorin.
"Kebijakan Turki kepada Suriah tidak sama dengan, atau melawan, negara mana pun. Tidak ada perubahan pada kebijakan yang telah dilakukan Turki," kata Bozdag kepada wartawan di Qatar.
"Kami tidak memiliki kebijakan bersama dengan AS mengenai masalah YPG (kelompok Kurdi), dan sikap Turki tidak berubah. Kami juga menentang dukungan tanpa syarat untuk rezim (Suriah) dan kami bertentangan dengan Iran dan Rusia dalam hal ini," ujar dia.
Sementara Turki bekerja sama dengan Rusia dan Iran untuk mengakhiri beberapa kekerasan di Suriah, Ankara telah lama menuntut agar Presiden Bashar al-Assad harus turun dan mendukung pemberontak pemerintahannya. Pendukung utama Assad adalah Rusia dan Iran.
Turki juga telah berselisih dengan Washington atas dukungan AS untuk milisi YPG Kurdi di Suriah. Ankara menganggap milisi itu sebagai organisasi teroris terkait dengan militan Kurdi yang melancarkan pemberontakan selama puluhan tahun di tanah Turki.
Turki mendukung serangan udara oleh pasukan AS, Inggris dan Prancis, dengan mengatakan langkah itu mampu mengirim pesan ke Assad. Bozdag mengatakan Turki tidak ragu untuk bekerja sama dengan negara manapun yang membela "prinsip-prinsip yang benar" di Suriah.