REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan mengatakan, KPU mempersiapkan dua opsi terkait aturan larangan calon anggota legislatif (Caleg) dari mantan narapidana kasus korupsi. Wahyu mengungkapkan, dua opsi tersebut memiliki substansi larangan yang serupa.
"Ada dua opsi dengan substansi yang sama, yakni sama-sama melarang mantan narapidana korupsi menjadi Caleg. Hanya saja, implementasi teknis dari dua opsi ini yang berbeda," ujarnya ketika dijumpai wartawan di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (17/4).
Wahyu menjelaskan, saat ini KPU mengusulkan larangan Caleg dari mantan koruptor tersebut masuk dalam pasal 8 Peraturan KPU (PKPU) Pencalonan amggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Usulan yang disebutnya sebagai opsi pertama ini akan diajukan dalam rapat konsultasi dengan DPR yang rencananya akan kembali dijadwalkan pada pekan depan.
Namun, lanjut Wahyu, berdasarkan dialog yang berkembang, ada wacana agar larangan Caleg dari mantan koruptor diimplementasikan kepada partai politik (Parpol) pengusung mereka. Wacana ini, katanya, rencananya juga akan disampaikan dalam rapat konsultasi dengan DPR dan pemerintah. Hal ini menurutnya bisa menjadi opsi kedua yang ditawarkan KPU.
"Opsi kedua ini, nanti misalnya (redaksionalnya) kurang lebih menegaskan agar Parpol punya kewajiban agar dalam memilih Caleg yang tidak boleh (dari) mantan koruptor," katanya.
Meski KPU menyiapkan dua opsi, Wahyu tetap menegaskan bahwa tidak ada perbedaan tingkat atas kedua opsi ini, Kedua opsi menurutnya sama-sama melarang mantan koruptor menjadi Caleg dan bersifat mengikat.
"Opsi pertama dan opsi kedua tidak menggambarkan derajad yang berbeda, sebab substansinya tetap sama," tegasnya.
Sebelumnya, Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donald Fariz menyarankan aturan yang melarang narapidana korupsi menjadi calon anggota legislatif (Caleg) sebaiknya dimasukkan dalam syarat pengajuan bakal Caleg oleh partai politik (parpol). Dengan demikian, ICWmenyarankan bahwa tanggungjawab atas penyaringan bakal Caleg menjadi tanggung jawab Parpol.
"Kami tentu mendukung wacana ini, tetapi sebaiknya geser saja (pasalnya) supaya tidak menjadi polemik," ujar Donal pada saat paparan uji publik rancangan Peraturan KPU (PKPU) Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (5/4) lalu.
Donal menjelaskan, pergeseran itu merujuk kepada aturan yang ada dalam pasal 8 ayat 1 huruf (i) rancangan PKPU tersebut. Aturan itu berbunyi 'Bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota adalah warga negara Indonesia dan harus memenuhi persyaratan bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, atau korupsi'.
Melihat aturan tersebut, Donal berpandangan bahwa aturan ini langsung tertuju kepada personal atau pribadi masing-masing individu (bakal caleg). Supaya tidak menghambat individu secara langsung,ICWmenyarankan aturan tersebut digeser ke pasal sebelumnya, yakni pasal 7 rancangan PKPUPencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.
Adapun pasal 7 berisi aturansyarat pengajuan bakal caleg oleh parpol atau gabungan parpol. Dengan pergeseran ini, nantinya tanggung jawab seleksi bagi para bakal caleg ada di parpol.
"Agar tidak menjadi polemik, kita serahkan kepada parpol. Jadi kita shifting dari yang awalnya dianggap menghambat orang-orang tertentu yang memiliki persoalan hukum, kemudian (ketentuan) ini diserahkan kepada parpol. Nanti output-nya sama, " tegas Donal.